Banjarmasin (ANTARA) - Pemerintah Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan terus menggalang dukungan termasuk menggandeng pelaku ekonomi kreatif (ekraf) subsektor hotel, restoran, dan kafe untuk menangani kondisi darurat sampah.
Wakil Wali Kota Banjarmasin Hj Ananda di Banjarmasin, Rabu, menyampaikan, keseriusan Pemkot Banjarmasin menggandeng dan berkolaborasi dengan pelaku ekraf di tengah krisis pengelolaan sampah ini dibuatnya pelatihan bersama untuk pengelolaan limbah dan sampah dengan baik.
Baca juga Pemkot Banjarmasin kukuhkan guru penggerak angkatan terakhir
"Kita sedang dalam kondisi darurat sampah. Tapi kita juga tahu Banjarmasin punya kekuatan besar di sektor ekonomi kreatif, ada 17 subsektor. Nah, subsektor ini juga menghasilkan limbah dan sampah, dan sebagian besar belum memiliki SOP (standar operasional prosedur) terkait pengelolaan limbah dan sampahnya," ujarnya.
Ananda menyebutkan, langkah ini merupakan bagian dari solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah sampah di Kota Banjarmasin akibat ditutupnya Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Basirih oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI sejak 1 Februari 2025.
Upaya Pemkot Banjarmasin menerima sanksi karena TPAS Basirih beroperasi sistem terbuka tersebut, kata Ananda, dengan menggiatkan pemilahan sampah dari sumbernya, salah satu sumber sampah dari tempat-tempat usaha, termasuk ekraf.
Karenanya, ujar dia, dilaksanakan pelatihan yang ditujukan bagi pelaku ekraf, bukan ditujukan untuk menyalahkan pelaku usaha, tetapi sebagai bentuk kepedulian dan pembinaan awal.
"Kami tidak ingin langsung memberikan sanksi. Kita ingin kesadaran itu tumbuh dulu. Ketika pelaku usaha tahu dampaknya dan tahu bagaimana seharusnya mereka bertindak, barulah bisa ditegakkan aturan secara adil," ucap Ananda.
Baca juga: Pemkot Banjarmasin gandeng pelaku Ekraf tangani darurat sampah
Salah satu subsektor ekraf yang disoroti nya adalah industri kain Sasirangan, karena penggunaan pewarna sintetis dalam proses produksi kain tersebut menghasilkan limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan.
"Kalau pewarna alami sih insya Allah aman, tapi kalau pewarna buatan ini perlu perhatian khusus. Kita tidak tahu selama ini limbahnya dibuang ke mana,” ungkap dia.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kota Banjarmasin Fitriah menyebutkan, restoran, hotel dan kafe memiliki kontribusi besar terhadap timbunan sampah kota, namun belum semuanya memiliki sistem pengelolaan yang memadai.
"Dari monitoring yang kami lakukan, masih ada beberapa hotel yang belum memilah sampah atau belum mengelola limbah organik dan non organik dengan baik. Melalui pelatihan ini, kami ingin memberikan mereka wawasan dan keterampilan praktis agar mereka bisa mulai dari tempat usaha masing-masing," papar dia
Baca juga: Banjarmasin kukuhkan angkatan terakhir program guru penggerak