Feminisme dipahami sebagai suatu gerakan sosial dan intelektual yang memperjuangkan kesetaraan gender serta hak perempuan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, dan ruang publik.
Baca juga: Kesetaraan gender aspek kunci menciptakan lingkungan kerja produktif
Feminisme bukan hanya sekadar perlawanan terhadap patriarki, tetapi juga mencerminkan upaya aktif mendekonstruksi norma sosial yang mendiskriminasi perempuan.
Tradisi seringkali dijadikan salah satu topeng untuk mempertahankan ketidakadilan gender, salah satu contohnya Pasar Pengantin di Bulgaria, sebuah tradisi tahunan dalam klan Kalaidzhi yang masih menjadikan perempuan sebagai komoditas dalam pernikahan.
Dalam sistem ini, harga seorang perempuan ditentukan oleh kecantikan dan keperawanan, sementara akses mereka terhadap pendidikan dan pekerjaan tetap terbatas.
Fenomena ini mencerminkan bagaimana konstruksi sosial terus menempatkan perempuan dalam posisi subordinat, menjauhkan mereka dari kebebasan memilih dan hak yang setara.
Perempuan Hanya Dihargai sebagai Istri
Pasar Pengantin merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh klan Kalaidzhi, kelompok masyarakat Roma di Bulgaria.
Acara ini diadakan empat kali per tahun dan menjadi ajang di mana perempuan muda dipajang untuk dikomersilkan sebagai calon istri.
Para perempuan tersebut didandani dengan riasan mencolok dan pakaian terbaik untuk menarik perhatian calon suami atau keluarga pihak laki-laki yang ingin menjadikan sebagai menantu.
Dalam proses ini, perempuan seolah-olah menjadi barang dagangan, dengan harga yang ditentukan berdasarkan kecantikan dan keperawanan mereka.
Baca juga: Pj Bupati Tabalong: Pengarusutamaan Gender upaya tingkatkan kualitas perempuan