Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendukung upaya masyarakat Kalimantan Timur melakukan gugatan uji materiil atau "Judicial Review" terhadap UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ke Mahkamah Konstitusi.
Sekretaris Daerah Pemprov Kalsel Mukhlis Gafuri di Banjarmasin, Rabu mengatakan, dukungan terhadap gugatan uji materiil tersebut antara lain Pemprov Kalsel siap menjadi saksi pada persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kita siap menyampaikan bukti-bukti ketidakadilan pembagian dana perimbangan tersebut sesuai dengan fakta-fakta yang ada," kata Sekda.
Gugatan tersebut disampaikan karena daerah merasa dana perimbangan hasil sumber daya alam baik tambang dan Minyak dan gas bumi (Migas) antara pusat dan daerah tidak seimbang dan jauh dari rasa keadilan.
Pemprov Kalsel maupun Kaltim telah melakukan protes terhadap masalah tersebut langsung ke Kementerian Keuangan, DPR-RI dan beberapa pejabat terkait, namun hingga kini belum membuahkan hasil.
Seperti dana perimbangan sektor migas dan tambang batu bara di Kalsel, prosentase dana perimbangannya cukup jauh yaitu 85 persen untuk pusat dan 15 persen untuk daerah.
Dari 15 persen tersebut juga masih harus dibagi kembali dengan pusat dengan alasan untuk dana reklamasi dan pembinaan pertambangan, yang hingga kini program tersebut juga tidak jelas realisasinya.
Selain itu, sebagaimana diberitakan hal terpenting menjadi dasar gugatan yakni UUD 45 dan UU Otonomi Khusus diberikan kepada Pemprov Aceh dan Papua.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Pemprov dan DPRD Kaltim bisa menjadikan Otsus Papua dan Aceh sebagai referensi mengajukan gugatan Judicial Review ke MK.
Khusus Kalsel, kata Sekda, yang diharapkan adalah adanya keadilan pembagian hasil, minimal ada kepastian terhadap patokan harga batu bara.
"Sampai saat ini kita tidak memiliki kepastian harga seperti minyak dan gas, sehingga sangat sulit menentukan nilai dana perimbangan," katanya.
Selain itu, tambah dia, Pemprov Kalsel juga meminta prosentase pembagian hasil antara batu bara kalori rendah dan tinggi disamakan yaitu sama-sama tujuh persen.
Kalau saat ini, kata dia, untuk kalori rendah pembagian hasilnya hanya tiga persen, sedangkan diatas kalori 5.000 sekitar 5 persen dan diatas kalori 6.000 sebesar 7 persen.
Sekda menilai pembagian tersebut sangat aneh, karena seharusnya yang membedakan hanyalah harga bukan prosentase nilai bagi hasil.
"Kalau harganya kalori di bawah 5.000 lebih rendah maka nilai bagi hasilnya tentu lebih rendah, tetapi persentasenya tetap harus tujuh persen jangan diturunkan menjadi 3 persen," katanya.
Menurut Sekda, pihaknya tidak akan menuntut terlalu muluk, yang penting tahap awal keinginan Pemprov Kalsel tersebut segera mendapatkan respon dari pihak terkait.
"Kalau berprinsip keadilan, seharusnya bagi hasil itu ya 50:50, kalau keadilan tersebut sulit diraih, minimal persentase bagi seluruh kualitas batu bara sama tujuh persen dengan nilai yang berbeda./B*C