Jakarta (Antaranews Kalsel) - Ketiga negara produsen utama karet alam (natural rubber) dunia yakni Thailand, Indonesia dan Malaysia sepakat mengurangi ekspor karet sebanyak 200.000 sampai 300.000 metrik ton guna mengatasi harga karet alam dunia yang terus tertekan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan skema pengaturan ekspor atau disebut Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) merupakan salah satu keputusan yang diambil pada pertemuan International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet tersebut.
"Ketiga negara sepakat mengurangi ekspor karet sebesar 200.000 sampai 300.000 ton setahun. Perhitungan rinci dan pelaksanaannya akan dibahas kembali oleh para pejabat pemerintahan masing-masing tanggal 4 Maret mendatang," kata Menko Darmin pada konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Senin.
Darmin menjelaskan penerapan AETS untuk mengurangi ekspor dari ketiga negara tersebut berlaku untuk jangka waktu tiga bulan ke depan. Rincian dan pelaksanaan AETS ini akan didiskusikan kembali pada pertemuan Senior Official Meeting (SOM) ITRC pada 4 Maret mendatang di Thailand.
Ada pun kontribusi produksi karet alam dari masing-masing negara, yakni tertinggi dari Thailand sebesar 52 persen, Indonesia 38 persen dan sisanya Malaysia 10 persen.
Menurut Darmin, kebijakan pengurangan ekspor ini penting untuk mengembalikan harga karet alam ke harga fundamentalnya. Saat ini harga karet ekspor sekitar 1,45 dolar AS per kilogram dan di tingkat petani hanya Rp7.000 sampai Rp7.500 per kg.
Ia menilai bahwa turunnya harga karet ini salah satunya karena pasar berjangka di bursa komoditi dunia, salah satunya di Shanghai, menganggap pasokan karet membanjir.
Padahal pada tahun lalu, pasar karet dunia hanya surplus 167.000 ton yang berasal dari produksi berkisar 13,5 juta ton dan konsumsi yang berkisar 13,4 juta ton.
"Kenapa kebijakan ini perlu dilakukan, sekaligus untuk menunjukkan pada pasar bahwa kita surplusnya tidak banyak-banyak sekali," katanya.
Ada pun pengaturan jumlah ekspor karet alam merupakan satu dari tiga kebijakan yang diputuskan dalam pertemuan khusus International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, pada 22 Februari 2019 di Bangkok, Thailand.
Untuk mengatasi harga karet alam yang berada di level rendah sepanjang 2018 hingga awal 2019, ada tiga kebijakan yang akan diterapkan, baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang dengan mengatur jumlah ekspor karet alam, peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri, dan peremajaan (replanting) karet alam.
Baca juga: Harga karet turun, pemerintah terapkan tiga kebijakan
Baca juga: Konsumsi karet alam domestik baru 20 persen
Baca juga: Kemenperin maksimalkan nilai tambah karet alam
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan skema pengaturan ekspor atau disebut Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) merupakan salah satu keputusan yang diambil pada pertemuan International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet tersebut.
"Ketiga negara sepakat mengurangi ekspor karet sebesar 200.000 sampai 300.000 ton setahun. Perhitungan rinci dan pelaksanaannya akan dibahas kembali oleh para pejabat pemerintahan masing-masing tanggal 4 Maret mendatang," kata Menko Darmin pada konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Senin.
Darmin menjelaskan penerapan AETS untuk mengurangi ekspor dari ketiga negara tersebut berlaku untuk jangka waktu tiga bulan ke depan. Rincian dan pelaksanaan AETS ini akan didiskusikan kembali pada pertemuan Senior Official Meeting (SOM) ITRC pada 4 Maret mendatang di Thailand.
Ada pun kontribusi produksi karet alam dari masing-masing negara, yakni tertinggi dari Thailand sebesar 52 persen, Indonesia 38 persen dan sisanya Malaysia 10 persen.
Menurut Darmin, kebijakan pengurangan ekspor ini penting untuk mengembalikan harga karet alam ke harga fundamentalnya. Saat ini harga karet ekspor sekitar 1,45 dolar AS per kilogram dan di tingkat petani hanya Rp7.000 sampai Rp7.500 per kg.
Ia menilai bahwa turunnya harga karet ini salah satunya karena pasar berjangka di bursa komoditi dunia, salah satunya di Shanghai, menganggap pasokan karet membanjir.
Padahal pada tahun lalu, pasar karet dunia hanya surplus 167.000 ton yang berasal dari produksi berkisar 13,5 juta ton dan konsumsi yang berkisar 13,4 juta ton.
"Kenapa kebijakan ini perlu dilakukan, sekaligus untuk menunjukkan pada pasar bahwa kita surplusnya tidak banyak-banyak sekali," katanya.
Ada pun pengaturan jumlah ekspor karet alam merupakan satu dari tiga kebijakan yang diputuskan dalam pertemuan khusus International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand, pada 22 Februari 2019 di Bangkok, Thailand.
Untuk mengatasi harga karet alam yang berada di level rendah sepanjang 2018 hingga awal 2019, ada tiga kebijakan yang akan diterapkan, baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang dengan mengatur jumlah ekspor karet alam, peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri, dan peremajaan (replanting) karet alam.
Baca juga: Harga karet turun, pemerintah terapkan tiga kebijakan
Baca juga: Konsumsi karet alam domestik baru 20 persen
Baca juga: Kemenperin maksimalkan nilai tambah karet alam
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Santoso