Banjarmasin (Antaranews Kalsel) - Ketua Komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Kalimantan Selatan Suwardi Sarlan menyatakan segera menindaklanjuti permasalahan Blok Migas Sebuku di Pulau Larilarian Kabupaten Kotabaru.
"Kami akan segera tindaklanjuti permasalahan Blok Migas Sebuku sebagaimana aspirasi masyarakat Kotabaru yang disampaikan wakil-wakilnya kepada DPRD Kalsel pekan lalu," ujarnya, di Banjarmasin, Selasa.
Guna menindaklanjuti permasalahan Blok Migas Sebuku tersebut, Komisi II DPRD Kalsel akan mengundang pemprov setempat atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
"Kami perlu mengetahui sikap atau pemikiran pemprov tentang Blok Migas Sebuku. Apakah memungkinkan atau bagimana caranya agar Pemprov Kalsel dan Pemkab Kotabaru juga bisa mendapatkan bagi hasil," katanya lagi.
Ia membenarkan, berdasarkan peraturan perundang-undangan, baik Pemprov Kalsel maupun Pemkab Kotabaru tidak berhak mendapatkan bagi hasil Blok Migas Sebuku, karena kegiatan eksplorasi dan eksploitasi berada di atas 12 mil dari garis pantai Pulau Larilarian.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, kegiatan eksplorasi/eksploitasi di atas 12 mil dari garis pantai, maka pengaturannya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Namun investor yang menggarap sumber daya alam di lepas pantai Pulau Larilarian tersebut masih memberikan kesempatan kepada Pemprov Kalsel untuk berinvestasi, yaitu sepuluh persen dari total modal, demikian Suwardi.
Sebelumnya melalui Komisi II DPRD Kalsel, Kamis (14/4), Ketua DPRD Kotabaru Hj Alfisah meminta pemprov setempat menangani permasalahan bagi hasil Blok Migas Sebuku.
Blok Migas Sebuku (Lapangan Ruby) dengan kegiatan eksplorasi dilakukan oleh Mubadala Petroleum untuk menggarap SDA di lepas pantai Pulau Larilarian Kotabaru itu.
Penelitian cadangan minyak dan gas Blok Sebuku itu setara 370 miliar kaki kubik, dengan perkiraan produksi per hari sebesar 100 juta standar kaki kubik. Sedangkan produksi kondensat 94 barel minyak per hari atau 34.310 barel per tahun.
Pulau Larilarian tersebut sempat menjadi persoalan, karena Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Tahun 2011 menetapkan Pulau Lereklerekan (secara geografis posisinya sama dengan Larilarian) masuk wilayah administratif Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Sedangkan secara geografie Pulau Larilarian berada di wilayah Kotabaru, karena jauh dari palung dasar Laut Sulawesi yang menjadi batas antara Kalsel dengan Sulawesi Selatan.