Goa Batu Hapu berada di Desa Batu Hapu, Kecamatan Hatungun, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Lokasinya dapat ditempuh sekitar 31 kilometer dari Kota Rantau atau 37 kilometer dari situs sejarah Tambang Oranje Nassau, menggunakan akses kendaraan roda dua maupun roda empat.
Baca juga: PODCAST - Meratus UGGp Branding Kalsel ke Pentas Dunia
Nama “Hapu” berasal dari bahasa masyarakat setempat yang berarti putih, merujuk pada warna dominan dinding gua. Secara geologi, Goa Batu Hapu terbentuk dari batu gamping Formasi Berai yang berumur sekitar 16–36,5 juta tahun, pada periode Oligosen hingga Miosen Awal, ketika wilayah ini masih berada di laut dangkal dengan kedalaman kurang dari 30 meter.
Dengan ketinggian puncak sekitar 120 meter di atas permukaan laut, gua ini memiliki mulut yang besar serta ruang dalam yang lapang. Dilengkapi interior stalaktit, stalagmit, tirai gua, dan ornamen karst lain yang terbentuk secara alami selama jutaan tahun.
“Kalau masuk ke dalam, suasananya berbeda. Tenang dan sejuk, cocok untuk wisata alam sekaligus edukasi,” kata Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Goa Batu Hapu Pardiyana.
Dari pupuk petani menjadi wisata alam
Sebelum dikenal sebagai objek wisata, Goa Batu Hapu telah lama dimanfaatkan warga setempat. Para petani mengambil kotoran kelelawar di dasar gua sebagai pupuk alami. Di langit-langit goa, ribuan kelelawar bergelantungan, membentuk ekosistem yang hingga kini masih terjaga.
Gua ini menjadi habitat berbagai jenis kelelawar yang belum sepenuhnya teridentifikasi. Warga setempat mengenali setidaknya tiga warna, yakni putih, cokelat kemerahan, dan hitam yang hidup berdampingan di dalam goa.
Perkembangan fungsi gua mulai terlihat sejak kedatangan warga transmigran pada sekitar 1980-an. Seiring waktu, kawasan ini perlahan dilirik sebagai tempat rekreasi, salah satunya ketika Goa Batu Hapu dijadikan lokasi hiburan rakyat berupa pertunjukan orkes melayu.
Pardiyana dan beberapa warga lainnya telah terlibat merintis dan menjaga gua ini sejak 1987. Jika dulu belum tertata seperti sekarang, kini mereka menjaga agar tidak rusak dan tetap bisa dimanfaatkan warga setempat.
Sejak 2022, pengelolaan wisata dilakukan lebih terorganisir. Pokdarwis Goa Batu Hapu kini beranggotakan 16 orang yang secara aktif merawat kawasan, menjaga kebersihan, serta mendampingi wisatawan.
Jumlah kunjungan wisatawan meningkat setelah aparat desa membangun taman dan fasilitas pendukung. Wisatawan tidak hanya datang dari dalam daerah, tetapi juga dari luar negeri, seperti Australia, Italia, Portugal, India, dan negara lainnya.
Dengan tiket masuk Rp5.000 per orang, Goa Batu Hapu menjadi destinasi wisata alam yang terjangkau.
Baca juga: Meratus Dayak towards economically independent thanks to bamboo rafting

