Untuk membiayai pembangunan daerah yang memiliki 21 kecamatan dengan jumlah 202 desa dan kelurahan itu hingga saat ini masih mengandalkan pendapatan dari pemerintah pusat, provinsi yang porsinya hampir 80 persen dari APBD Kotabaru.
Kotabaru yang dijuluki "Bumi Saijaan" yang berarti seia sekata bersama dalam membangun daerah itu, harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari daerah maju.
Kemampuan anggaran yang dimiliki rata-rata dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kurang dari Rp2 triliun per tahun itu masih belum cukup untuk mengejar pembangunan di daerah yang memiliki sekitar 140 pulau itu.
Agar tidak tertinggal terlalu jauh dengan daerah maju di Indonesia, Kotabaru bertekad untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, karena penerimaan dari pemerintah pusat melalui dana alokasi umum dan dana bagi hasil terus menyusut hingga 20 persen dari sebelumnya.
Oleh karenanya, eksekutif dan legislatif kini harus bekerja keras mengoptimalkan sumber daya alam yang dimiliki agar menghasilkan rupiah untuk membiayai pembangunan dan mengejar ketertinggalan.
Kotabaru tidak bisa menggantungkan penerimaan dari pusat, dan harus memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki dengan maksimal, seperti bidang perkebunan dan pertanian, pertambangan, perikanan dan jasa.
Bidang petambangan, khususnya tambang batu bara, meski pernah menjadi salah satu daerah produksi "emas hitam" terbesar di Kalsel, Kabupaten Kotabaru hingga kini belum mampu mandiri meski tambang batu bara tersebut kini mulai tutup.
Terlepas dari persoalan tambang batu bara dan segala permasalahan yang masih tersisa. Kabupaten Kotabaru juga memiliki potensi sumber daya alam berupa minyak dan gas di wilayah timur yakni Blok Sebuku, dan beberapa tahun terakhir mulai diekploitasi oleh salah satu perusahaan migas nasional.
Mimpi menjadi daerah berkembang dan maju itu masih diharapkan bisa segera terwujud, meski saat tambang batu bara berjaya Kotabaru belum mampu mewujudkannya.
Blok Sebuku adalah salah satu harapan yang bisa diandalkan sebagai sumber pendapatan baru bagi daerah.
Berdasarkan data teknis lapangan, Blok Sebuku yang terletak di perairan Larilarian, Kecamatan Pulau Sebuku itu memiliki cadangan gas sekitar 370 billion cubic feet (BCF).
Pulau Larilarian yang memiliki panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter atau total luas 3,5 hektare tersebut berjarak 60 mil laut dengan Pulau Sebuku, dan sekitar 40 mil dengan Pulau Sambergelap Kotabaru serta 80 mil dengan wilayah Sulawesi Barat.
Konflik
Sejak awal ekplorasi perusahaan migas PT Pearl Oil mengurus izinnya di Kabupaten Kotabaru.
Namun dalam perjalananya, Pulau Larilarian yang menyimpan migas tersebut diklaim oleh Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Untuk mempertahankan hak miliknya, Pemkab Kotabaru bersama Pemprov Kalsel melakukan uji materi terhadap Permendagri Nomor 43 Tahun 2011 yang menjelaskan Pulau Larilarian masuk wilayah Majene, Sulawesi Barat.
Dan uji materi tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung, itu artinya Kotabaru menang.
Kerja keras dan perjuangan Pemkab Kotabaru, Pemprov Kalsel serta masyarakat bersama-sama pihak-pihak lain tidak sia-sia, membuahkan hasil yang menggembirakan.
Gugatan dengan register 1P/HUM/2012 tersebut statusnya dinyatakan telah putus dengan amar putusan Kabul.
Sekitar tiga tahun dalam proses, akhirnya Kotabaru merasa lega, Pulau Larilarian kembali ke pangkuan Kotabaru berdasarkan Permendagri No.53/2014 tentang Pencabutan Permendagri No.43/2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lereklerekan.
Setelah selesai berkonflik, pertemuan demi pertemuan terus dilakukan antara Pemprov Kalsel, termasuk Pemkab Kotabaru bersama Pemprov Sulbar, termasuk Pemkab Majene yang dimediasi pemerintah pusat terkait pengelolaan Migas di Pulau Larilarian.
Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Kotabaru Ahmad Syuhada, menuturkan, pertemuan terakhir yang dimediasi Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa perusahaan siap memberikan "participation interst" (PI) sebesar 10 persen untuk dua daerah.
Masing-masing daerah (Pemprov Kalsel/Kotabaru dan Pemprov Sulbar/Mamuju) diminta untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan PI tersebut.
Kepastian mendapatkan PI tersebut setelah dilakukannya pertemuan antara Pemkab Majene, Sulawesi Barat, dengan Pemkab Kotabaru, Kalimantan Selatan yang difasilitasi Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen Menteri ESDM) Nomor 37 tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest 10 % (Sepuluh Persen).
Selain membentuk BUMD, daerah juga harus melengkapi dokumen persyaratan berdasarkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui surat nomor SRT.0084/SKKMI0000/2017/SO.
"SKK Migas meminta persyaratan dan dokumen tersebut paling lambat diserahkan Juni 2018," ujar dia.
PI 10 persen tersebut merupakan hak istimewa yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di wilayah kerja pertambangan (WKP) kontraktor kerja sama (KKS).
Sementara itu, selain participation interst, Kotabaru juga masih berhak mendapatkan penerimaan atas pengelolaan minyak dan gas keterkaitan dengan kewenangan dan hak Kabupaten Kotabaru pada Blok Sebuku.
Dana bagi hasil dan peluang pendukung bidang migas (Bidang logistik dan penyedia kegiatan teknis seluruh aktivitas pertambangan migas).
Pemberian dana bagi hasil telah dijelaskan dalam Undang-Undang no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Informasi yang berhasil dihimpun, Blok Sebuku yang terletak di perairan Lari-larian, Kecamatan Pulau Sebuku itu memiliki cadangan gas sekitar 370 billion cubic feet (BCF).
Hasil DST test di sumur Makssar Strait-4 menunjukkan adanya kandungan 40 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCF/D) gas dan 50 BPD condensate.
Pemerintah daerah berharap, bukan hanya "secuel kue" berupa PI, namun Kotabaru juga bisa mendapatkan dana bagi hasil dan yang lainnya, untuk membiayai pembangunan di bumi saijaan.
Dengan sumber pendapatan baru dari beroperasinya PT Mubadala Petroleum sebagai perusahaan operator yang melakukan eksploitasi migas di Pulau Larilarian, Kotabaru bisa mengejar ketertinggalan dalam pembangunan.
Manager External Relations and Communications PT Mubadala Petroleum, Budhy Chandra, menjelaskan posisi Mubadala Petroleum paska Keputusan MA tentang Pulau Lari Larian dalam kaitannya dengan Participating Interest (PI)?
Mubadala Petroleum dalam posisi menunggu tindak lanjut dari pemerintah di masing-masing provinsi mengenai proses Participating Interest.
Hingga saat ini Mubadala Petroleum belum menerima tembusan komunikasi secara resmi dari pemerintah provinsi yang ditujukan kepada SKK Migas terkait tindak lanjut proses Participating Interest.