Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Kalangan DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mempertanyakan progres renegosiasi sebagai upaya mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) atas eksploitasi migas di Pulau Larilarian, Blok Sebuku.
Ketua DPRD Kotabaru, Hj Alfisah, Minggu, mengaku, pihaknya (legislatif) telah melakukan berbagai upaya sesuai dengan kewenanganannya, baik melobi ke provinsi dan kementerian guna mendorong agar mendapatkan hak atas bagi hasil tersebut.
"Legislatif sudah berusaha maksimal dalam mendorong usaha mendapatkan bagi hasil dari eksploitasi di Pulau Lari-larian, baik ke provinsi dan kementerian," kata Alfisah.
Namun dalam hal ini kewenangan tetap berada di eksekutif, oleh sebab itu dewan mempertanyaan sejauh mana usaha pemerintah daerah dalam usahanya baik dari perundingan ulang koordinasi dengan pemerintah pusat.
Diketahui, persoalan Pulau Larilarian Kotabaru yang masuk kawasan Blok Sebuku itu beberapa waktu lalu sempat diributkan antara Pemprov Kalsel dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemprov Sulawesi Barat (Sulbar).
Tapi pemerintah pusat menyatakan tempat eksploitasi migas Blok Sebuku itu di atas 12 mil laut dari garis pantai Pulau Larilarian.
Karena itu, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik Pemkab Kotabaru maupun Pemprov Kalsel tidak bisa mengklaim sebagai pemilik sumber daya tambang migas tersebut.
Namun atas rekomendasi pemerintah pusat, perusahaan yang menggarap sumber daya migas Blok Sebuku tersebut memberi kesempatan kepada Pemprov Kalsel untuk itu berpartisipasi dengan cara turut berinvestasi sebesar 10 persen (Rp500 miliar) dari total modal.
Sementara di Blok Migas Sebuku (Lapangan Ruby) itu, kegiatan eksplorasi oleh Mubadala Petroleum untuk menggarap SDA di lepas pantai Pulau Larilarian Kotabaru tersebut.
Berdasarkan penelitian cadangan minyak dan gas Blok Sebuku itu setara 370 miliar kaki kubik, dengan perkiraan produksi per hari sebesar 100 juta standar kaki kubik. Sedangkan produksi kondesat 94 barel minyak per hari atau 34.310 barel per tahun.
Menyikapi polemik tersebut, DPRD Kotabaru terakhir kembali mendatangi Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu) di Jakarta guna memperjuangkan Dana Bagi Hasil atas eksploitasi migas di Pulau Larilarian Blok Sebuku.
Ketua Komisi II DPRD Kotabaru yang ketika itu masih dijabat Syairi Mukhlis, mengatakan, "Dengan menggunakan logika berfikir, bagaimana mungkin daerah yang notabene tempat sumber daya alam itu tidak mendapatkan apa-apa, dengan alasan teknis titik pengeboran berada di luar 12 mil dari garis pantai," katanya.
Oleh karenanya, jika memang disebutkan keberadaan titik pengeboran berada di luar dari ketentuan, maka selain pengukuran ulang, Kotabaru juga meminta transparansi dengan peta sebaran atas pengeboran migas tersebut.
Hal itu sebagai bentuk keterbukaan dalam pengelolaan, agar tidak ada prasangka terhadap pihak-pihak yang terkait.
Lebih lanjut mantan kepala desa ini mengungkapkan, adanya tawaran pusat dan perusahaan pengelola Blok Sebuku tersebut kepada Kabupaten Kotabaru dalam bentuk Partisipation Inters (PI) itu dinilai sangat tidak adil.
Karena itu berarti daerah wajib menyiapkan dana sebagai bentuk modal usaha yang nilainya tidak sedikit, itupun bukan jaminan akan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan migas tersebut.
"Sebab iya kalau memang dalam pelaksanannya perusahaan untung sehingga ada bagi hasil usaha, tapi kalau ternyata merugi, maka konskwensinya daerah kehilangan modal yang ditanamkan," ungkap Syairi.
Oleh sebab itu, tidak ada kata lain solusi yang ditawarkan atas eksploitasi SDA berupa migas di Pulau Lari-larian itu adalah Dana Bagi Hasil, dan bukan penyertaan modal berupa PI.