Menurut Syaiful di Barabai Kamis, pihaknya hingga kini baru mengeluarkan izin prinsip dan izin lokasi untuk survei persiapan kegiatan di dalam lokasi yang sudah ditentukan. Nantinya layak atau tidak untuk dibuka usaha perkebunan sawit.
Menurut dia, yang berwenang mengeluarkan izin usaha perkebunan (IUP) adalah pemerintah pusat setelah melakukan kajian cukup panjang.
"Untuk mendapatkan IUP tidaklah mudah, banyak syarat serta kajian-kajian kelayakan yang harus dilakukan," katanya.
Jadi kata dia, izin yang kini sedang menjadi pertentangan di masyarakat adalah izin prinsip atau sering disebut dengan izin kegiatan persiapan survei dengan kata lain seperti izin lihat informasi lahan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sedangkan, untuk izin lokasi adalah izin yang memuat peta areal perkebunan dan bukan pemberian hak atas tanah yang akan dialih fungsikan.
"Sehingga dari kedua izin tersebut jelas belum bisa dikatakan sebagai izin usaha perkebunan sawit," kata Syaiful menepis isu yang kini berkembang di masyarakat.
Izin untuk membuka perkebunan sawit itu adalah Izin Usaha Perkebunan (IUP), bukan Izin Prinsip atau Lokasi yang dikeluarkan pemerintah daerah.
Sesuai undang - undang No 23 tahun 2014 menyebutkan,Gubernur, Walikota dan Bupati tidak memiliki kewenangan menerbitkan Izin Usaha Perkebunan/ IUP).
"Banyak syarat dan tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan IUP, salah satunya seperti adanya persetujuan dan kesepakatan dengan pemilik lahan, adanya proses analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) oleh konsultan ahli independen.
Amdal dilakukan untuk mengkaji, apakah dari hasil survei yang dilakukan nantinya akan berdampak merusak lingkungan, atau tidak. Apabila tidak memenuhi syarat maka izin tersebut akan batal.
Syaiful berharap, masyarakat tidak terpengaruh dengan isu yang kini sedang berkembang, izin yang sudah dikeluarkan oleh Pemkab HST tentunya harus dipahami dan dipelajari dengan baik agar tidak menjadi konflik dan saling tuding ditengah-tengah masyarakat.