Kandangan (ANTARA) - Presiden Direktur Astra Agro Lestari (AAL) Djap Tet Fa mengungkapkan optimisnya bahwa industri sawit akan tetap bergerak positif di tengah perang dagang, yang dipicu perang tarif kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS).
"Apabila kita berbicara mengenai trade war (perang dagang) antara China dan AS seperti yang sudah kita lihat, menurut saya dampak jangka pendek maupun jangka panjang tentu akan ada," katanya, mengutip Laporan Public Expose Perseroan, Jakarta, Senin.
Dijelaskan dia, untuk industri kelapa sawit sendiri, menurut catatan GAPKI, ekspor Indonesia ke AS untuk produk kelapa sawit kira-kira sekitar dua juta ton setiap tahunnya.
Jadi, secara total ekspor Indonesia ke AS tidak terlalu besar, dan menurut pihaknya dampak ini bisa membuat terjadinya shifting geografis (perpindahan wilayah) maupun destinasi (tujuan) pasar.
"Karena kita tahu akan ada supply demand impact (pengaruh perubahan penawaran dan permintaan), ketika demand-nya terus bertumbuh dan kemudian supply-nya terbatas," ujarnya.
Baca juga: PT AAL 1 berikan santunan bagi warga Desa Halong
Hal ini karena yang punya sawit cukup banyak selain Indonesia adalah Malaysia, dan bisa disimpulkan bahwa dampak yang harus diperhatikan itu bersifat tidak langsung, karena disebabkan oleh adanya tarif yang tinggi.
Secara ekonomi masih akan terjadi inflasi yang tinggi di beberapa negara baik di China maupun di AS, Sehingga terjadinya inflasi yang tinggi masih akan dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan ekonomi baik di negara-negara yang berdampak maupun secara global.
"Kalau pertumbuhan ekonomi itu terkena dampak, maka yang kita khawatirkan adalah turunnya daya beli," ungkapnya.
Di sisi lain, pihaknya melihat bahwa pemerintah Indonesia juga sangat cermat dan cepat dalam menangani isu ini.
"Yang saya kira kita dan sama-sama berharap bahwa eskalasi dari trade war ini tidak berdampak besar, karena tentu perang tarif tidak akan positif buat negara mana pun," ungkapnya.
Baca juga: Astra Agro berkomitmen sejahterakan warga dan lestarikan lingkungan
Menurut dia, kenapa industri sawit masih akan tetap positif? karena China pasti akan kesulitan mengimpor soybean (minyak kedelai) dari AS karena harganya menjadi mahal.
Meskipun China mungkin bisa merelokasi permintaan atau impor dari AS, baik itu Brazil maupun Argentina, tetapi harus lihat juga supply dan sisi pengiriman untuk sampai ke China tepat waktu.
Maka sawit akan menjadi satu pilihan yang cukup positif bagi China, karena selama ini China juga mengimpor sawit dari Indonesia cukup besar.
"Hal ini membuat kita merasa cukup confident (percaya diri) bahwa akan terjadi satu shifting yang kita harapkan, saat pertumbuhan ekonomi tetap baik sehingga demand akan selalu ada," terangnya.
Sementara itu, dampak langsung terhadap perseroan ALL dapat dikatakan minimum atau tidak ada, karena pihaknya tidak ada ekspor ke Amerika Serikat, dan ekspor selama ini banyak ke China, India, Korea Selatan, Bangladesh dan lainnya.