Banjarmasin (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kalimantan Bagian Selatan memusnahkan 1 juta lebih rokok ilegal dan 37 botol minuman keras.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Selatan Ronny Rosfyandi, di Banjarmasin, Kamis, mengungkapkan pemusnahan rokok dan minuman keras ilegal tersebut dilaksanakan di dua lokasi.
Lokasi pemusnahan pertama di Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Selatan dengan cara dibakar, sedangkan yang lain dimusnahkan dengan cara dicampur sampah dan ditimbun dengan tanah di TPA Banjarbakula.
Sedangkan untuk minuman keras ilegal, sebagian dimusnahkan dengan cara dipecahkan botolnya menggunakan palu, sedangkan yang lain dimusnahkan dengan cara dilindas menggunakan stum kemudian ditimbun dengan tanah di TPA Banjarbakula.
Rony mengungkapkan bahwa pemusnahan tersebut merupakan salah satu upaya Bea Cukai Kanwil Kalbagsel dalam menggempur peredaran rokok dan minuman keras ilegal di wilayah pengawasan Kanwil DJBC Kalbagsel.
"Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tugas mengawasi peredaran barang kena cukai (BKC), sehingga kami berupaya maksimal menekan peredaran rokok ilegal," katanya pula.
Berdasarkan hasil survei cukai rokok ilegal yang dilakukan oleh Penelitian dan Pengembangan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Universitas Gadjah Mada (UGM) disebutkan terdapat penurunan persentase rokok ilegal dari 7,04 persen pada 2018 menjadi 4,86 persen pada 2020.
Penurunan persentase rokok ilegal di pasaran tersebut mengindikasikan pengawasan yang efektif di bidang cukai.
Rony mengungkapkan, pada triwulan keempat tahun 2020 hingga triwulan kedua tahun 2021, Bea Cukai Kanwil Kalbagsel telah melakukan 37 penindakan berupa rokok sebanyak 39 merek di antaranya adalah GLX Bold, Ness, Blackberry, CS, MS Bold, Mall Bold dan GP 46, Supra Bold, Cahaya Agung Bold, dan Diva.
Selain itu, minuman keras di antaranya adalah Red Label, Singleton, dan Black Label. Barang-barang tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dengan modus barang dilekati pita cukai palsu.
Kegiatan tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp495.341.600.