Barabai, Kalsel (ANTARA) - Limbah batang bambu kini kurang bernilai ekonomi seiring keberadaan gas ata elpiji beberapa tahun belakangan ini sebagaimana halnya di Desa Aluan Mati serta desa-desa lain pada Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Pantauan Antara Kalsel dari Banjarmasin yang berkunjung ke Desa Aluan Mati - daerah pinggiran perbukitan Pegunungan Meratus, Kamis (30/6/22)! melaporkan, limbah batang bambu tiga tahun lebih masih menumpuk menutupi sungai tidak ada yang memanfaatkan.
Oleh sebab itu, limbah batang/pohon bambu yang menumpuk dalam sungai membuat arus air kurang deras, sehingga ketika turun hujan lebat rentan ancaman banjir.
Berbeda masa-masa; sebelumnya, limbah batang bambu jadi "ratai" (pengganti kayu bakar) yang apinya lebih "barau" (menyala api besar) sehingga bisa manjadi komoditas bernilai ekonomi.
Selain itu, menjadi pagar, lantai dinding "pelulupuh" (anyaman bambu) serta "bengkawan" (tulang) untuk pembuatan atap/atap dari daun rumbia (pohon sagu) dan sebagainya.
Begitu pula bagi yang kreatif bisa menjadi berang atau bahan olahan/bahan baku industri kecil seperti meubel dan lainnya.
Desa Aluan Mati dan desa-desa lain atau wilayah Kecamatan Batu Benawa juga potensial batang/rumpun bambu.
Sementara jenis bambu di daerah Kalsel cukup beragam antara lain "Haur" (Aur), buluh, "paring" (bambu) manis, paring siwau, paring talii, haur 'torol" (berlelang-belang) dan betung.
Betung jenis bambu yang lebih kuat dari bambu jenis lain, oleh karenanya warga masyarakat menjadikan "sigai" (tangga) dan tiang pondok yang ketahanannya lebih lima tahun atau bisa belasan tahun.
Limbah batang bambu kurang bernilai ekonomi
Kamis, 30 Juni 2022 7:40 WIB