Banjarmasin (ANTARA) - Pohon "Bamban" atau "donax canniformis" salah satu tanaman basah yang dulu banyak kegunaannya bagi masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel) kini mulai tersisihkan.
Pantauan Antara Kalsel, Senin melaporkan, pohon Bamban tempo dulu bagi masyarakat Banjar seperti di daerah hulu sungai atau "Banua Anam" provinsi tersebut mereka buat bakul dan sebagai pengikat, kini tersisihkan oleh produk plastik.
Perajin atau pengolah bakul di kalangan masyarakat Banjar hampir tak menggunakan lagi dari bahan baku Bamban, baik sebagai tempat sesuatu maupun untuk mencuci beras buat memasak.
Pasalnya untuk membikin bakul berbahan baku Bamban agak sedikit rebit bila dibandingkan dengan plastik.
Karena sebelum membuat bakul dari Bamban sesudah dikelupas (diumih = Bahasa Banjar) direbus (dijarang = Bhs Banjar) berjam-jam supaya lemah atau mudah menghantamnya.
Sesudah dijarang dengan waktu cukup lama, kemudian ditiriskan baru dianyam menjadi bakul tidak seperti halnya plastik dapat langsung dibuat bakul.
Sementara ketahanan bakul terbuat dari plastik relatif lebih lama dari bahan baku Bamban.
Begitu pula untuk pengikat sesuatu tak terlihat lagi di masyarakat Banjar daerah Banua Anam menggunakan Bamban, mereka memilih yang lebih praktis yaitu pakai tali berbahan baku plastik.
Kecuali itu, Bamban masih sebagai pengikat pembuatan atap daun Rumbia (daun pohon Sagu) yang dalam sebutan bahasa daerah Banjar membuat "hatap" Rumbia tersebut sama dengan "mahambit".
Pohon Bamban juga tergolong tumbuhan liar atau bukan tanaman budidaya bisa hidup secara bergerombol ataupun sendiri-sendiri, kendati kegunaannya cukup beragam, namun kini kurang bernilai ekonomi lagi.

Dari merebus Bamban yang cukup lama itu untuk membuat bakul muncul ceritera seseorang yang menamu dengan waktu lama bilang kepada tuan rumah "bulikha su paisai" (pulang ha su pais = kue pisang yang dikukus).
Karena si tamu mengira yang lama disebus itu membikin "wadai" (kue) pais. Padahal tuan rumah lagi merebus Bamban untuk diolah menjadi bakul.
Tuan rumah pun menjawab tamu ; "ayuha bulik su Bambanai" (silakan pulang su Bambanai). Kata su berasal dari busu = sebutan bagi urang Banjar yang dituakan.