Bali (ANTARA) - Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi mengatakan, jika ada sekitar 60 wartawan nasional dan internasional yang meliput Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 di Bali.
"Antusiasme kawan-kawan jurnalis meliput kegiatan IPOC ini menunjukkan industri sawit menjadi perhatian media dunia dan berita sawit itu memang seksi. Termasuk untuk peserta konferensi juga tidak berkurang meski di tengah lesunya industri ini, yakni hampir 2.000 peserta delegasi dari 18 negara," kata Tofan di Bali.
Di kepanitian IPOC sendiri, ungkap dia, PT Astra Agro Lestari kembali dipercaya sebagai penanggung jawab bidang media dan komunikasi untuk tahun kedelapan secara beruntun.
"Alhamdulilah kepercayaan pimpinan GAPKI kepada kami untuk mehandle teman-teman wartawan setiap gelaran IPOC. Namun kami juga memohon maaf karena keterbatasan kuota, jadi tidak semua bisa ikut meliput ke Bali, yang mana tahun ini hanya sekitar 30 wartawan dari Jakarta bisa diboyong dan beberapa wartawan daerah yang dipercaya," tutur Vice President Of Communications PT Astra Agro Lestari itu saat Gala Dinner bersama wartawan di Baruna Sky Lounge Jimbaran Bay Beach.
Diakui Tofan, sepanjang satu tahun terakhir kondisi menjadi kondisi kurang menggembirakan bagi industri sawit. Dimana harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah sempat menyentuh angka terendah pada semester dua 2018 yaitu 460 US Dollar per ton. Padahal biaya produksi 450 US Dollar per ton.
"Dua minggu terakhir harga CPO naik menjadi 600 US Dollar. Ini tentu menggembirakan bagi kita, meski belum bisa merangkak ke harga 1.100 US Dollar seperti di tahun 2011 silam," bebernya.
Di balik terpaan sentimen negatif seperti kampanye antisawit yang dilakukan negara produsen minyak nabati lain, Tofan tetap optimis industri sawit dapat terus bergerak maju. Apalagi sekarang pemerintah menaruh perhatian sangat besar terhadap sawit yang menjadi industri strategis di Indonesia.
"Pada tahun 2017, sumbangan devisa negara dari industri sawit memecahkan rekor tertinggi untuk komoditas yaitu 23 miliar US Dollar atau setara Rp 300 triliun. Hal ini menunjukkan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada sawit. Dimana menjadi hajat hidup orang banyak karena lebih dari 20 juta rakyat Indonesia bergantung hidup di industri perkebunan ini," paparnya.
Terkait isu kebakaran lahan, dijelaskan Tofan pula bahwa ternyata titik api terbesar tidak dalam konsesi perkebunan kelapa sawit. Melainkan areal masyarakat dan konservasi yang hampir 60 hingga 70 persen. Sedang kebun sawit hanya sekitar 8 persen dari kasus karhutla.
Pada kesempatan berkumpul dari para awak media yang nantinya meliput gelaran konferensi minyak sawit terbesar di dunia itu, Tofan juga membagikan bukunya berjudul "Pena Di Atas Langit", sebuah karya tulis dari kumpulan catatan ringannya yang kaya pengalaman di bidang jurnalistik sebagai wartawan sekaligus dunia kehumasan.
"Saya berterima kasih kepada para sahabat rekan-rekan wartawan atas kerja sama yang sangat harmonis selama ini dalam pemberitaan yang objektif dan berimbang. Pemahaman komprehensif tentang industri sawit penting agar persepsi masyarakat kita tidak keliru dan fakta-fakta sebenarnya tersampaikan secara baik," pungkasnya.
Konferensi minyak sawit (Indonesian Palm Oil Conference/IPOC) 2019 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) berlangsung pada Kamis (31/10) dan Jumat (1/11), dibuka Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin dan menghadirkan para pakar sebagai pembicara.
Para pakar yang hadir antara lain Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, Prof Pietro Paganini (John Cabot University Roma), dan Dr Otto Hospes (Wageningen University), yang berbicara pada hari pertama.
Sedangkan hari kedua yang membahas price outlook tahun 2020, pakar yang hadir James Fry (LMC International UK), Dorab Mistry (Godrej International Ltd), dan Thomas Mielke (ISTA Mielke GmbH/ Oil World).