Banjarmasin (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan pemerintah telah menciptakan pusat iklim perekonomian yang baru melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR) melalui jalur kemitraan.
“Pengembangan kelapa sawit melalui pola kemitraan ini melibatkan perusahaan mitra sebagai inti dan petani pekebun sebagai plasma telah dimulai sejak 1980an,” kata Ketua Umum GAPKI Eddy Martono dalam keterangan yang diterima di Banjarmasin, Kamis.
Baca juga: KUD di Kotabaru dapat bantuan peremajaan sawit Rp216 miliar
Ia menyebutkan awalnya pola itu menggunakan sistem Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) yang kemudian dilanjutkan dengan Pola Inti Rakyat Transmigrasi (PIR-Trans) dan Pola Kredit Koperasi Primer untuk Para Anggota (PIR-KKPA).
“Yang kemudian kita kenal program PSR atau replanting, yakni mengganti pohon sawit yang tua dan rusak dengan tanaman yang bersertifikat,” ujarnya.
Eddy menjelaskan pada pelaksanaan program PSR, petani kelapa sawit diberikan bantuan dana senilai Rp30 juta per hektarenya sebagai modal untuk melakukan peremajaan sawit yang dianggarkan melalui badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit (BPDP-KS).
Dia menuturkan pendanaan berbasis kemitraan itu merupakan bagian dari pengembangan kelapa sawit, dan telah mendorong berkembangnya wilayah baru dengan pesat karena tumbuh pusat ekonomi baru berbasis perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: Kementan terbitkan rekomendasi PSR bagi 5.989 hektare kebun sawit di Kalsel
Para petani yang mendapatkan bantuan dana itu, kata dia, menggunakan dana untuk peremajaan sawit melalui pembinaan perusahaan sebagai mitra hingga akhirnya memperoleh hasil panen.
Eddy menuturkan keberhasilan program PSR berbasis kemitraan itu, telah melahirkan petani sawit yang mandiri sehingga dapat dikatakan lahir pulalah pusat ekonomi baru dalam rumah tangga petani sawit.
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Gajah Mada, Kabupaten Kotabaru, Kalsel, Sakino mengungkapkan selama mengikuti program PSR, pihakya telah terbantu melalui pendanaan karena dimodali mulai dari membeli bibit untuk menggantikan tanaman sawit yang sudah tua dan tidak produktif lagi.
“Kami tinggal menikmati hasilnya setelah sawit berbuah, tentu kami sebagai petani terbantu. Apalagi di KUD Gajah Mada ada ribuan anggota dengan total luas lahan sawit sekitar 7.200 hektare, dari total luas lahan ini mendapatkan bantuan peremajaan sawit Rp30 juta per hektare,” ujar Sakino.
Baca juga: GAPKI tanam perdana PSR dan tumpang sari Padi Gogo di Kotabaru