Kandangan (ANTARA) - Mantan narapidana kasus teroris (Napiter) M Zain Maulana menyerukan generasi muda di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) berpikir kritis dan menjaga perdamaian, serta mencegah radikalisme.
"Jadilah generasi yang tidak mudah diprovokasi, tapi berani berpikir kritis dan menjaga perdamaian," ujar Zain di Kandangan, Kabupaten HSS, Jumat.
Baca juga: Mantan napi teroris dipantau jelang penetapan Pemilu
Zain sempat menjadi narasumber dialog publik bertema Pemuda Sebagai Garda Terdepan Pencegahan Paham Radikal dan Terorisme yang digelar Pengurus Cabang Pemuda Muslimin Indonesia (PC PMI) Kabupaten HSS.
Zain menyesali telah memilih jalan yang salah, tapi dirinya percaya para generasi muda yang ada bisa memilih jalan yang benar pada saat ini
Dikisahkan Zain, dirinya terpapar radikalisme dan terorisme di lingkungan lembaga pendidikan keagamaan melalui perekrutan oknum ustadz yang terlibat jaringan teroris.
"Setelah tertarik paham tersebut, saya menolak adanya pelajaran kewarganegaraan dan upacara bendera," ucapnya.
Menurut Zain, pernah tersesat jalan gelap ideologi kekerasan, dan mengira perjuangan hanya bisa dilakukan dengan senjata dan kebencian.
Hal itu dikatakan Zain, bukan perjuangan, namun menjadi pelarian dari pemahaman yang utuh dan kasih sayang terhadap sesama manusia.
Zain mengungkapkan saat ini berdiri sebagai orang yang telah belajar dari kesalahan, sehingga berpesan bagi para pemuda dan mahasiswa jangan pernah berhenti belajar, berdiskusi, dan membuka hati terhadap perbedaan.
Baca juga: BIN merangkul eks-napi terorisme kembali ke NKRI
"Kalian adalah harapan bangsa, bukan dengan marah, tapi dengan karya dan cinta kasih," pesannya.
Selain itu, Zain menyampaikan agar generasi muda menggunakan semangat untuk membangun, serta menghindari narasi melalui kebencian, namun mengedepankan pengetahuan dan kebaikan.
Sementara itu, Ketua Tim Pencegahan Densus 88 Wilayah Kalsel Ipda Halim Sumartono menekankan generasi muda agar memperkokoh ideologi bangsa dan perkuat rasa toleransi antar-umat beragama di tengah masyarakat dan isi mengisi hal positif dan membangun.
"Usia muda kalian merupakan usia yang rentan terpapar paham radikal dan terorisme, karena sedang mencari jati diri dan terbuka pergaulannya," ungkap Halim.
Diterangkan dia, semua kalangan yang terpapar berawal dari media sosial, hingga berlanjut dengan pertemuan dan pengajian yang bersifat eksklusif.
Halim menegaskan intoleransi merupakan akar permasalahan awal dari radikalisme dan terorisme yang terjadi di masyarakat, dan hal tersebut yang perlu dicegah bersama agar tidak tumbuh dan berkembang.
Baca juga: Polhukam kemarin dari potensi ancaman teroris hingga penyidik Polri
"Mari jaga kerukunan antar umat, antar beragama, antar suku yang beraneka ragam di Kabupaten HSS, keragaman ini merupakan kekayaan kita yang justru mempersatukan bangsa," tutur Halim.
Selain itu, Halim menyerukan supaya bijak dan berhati-hati memilih kajian, serta tempat pendidikan, agar tidak terjerumus dalam yang bersentuhan dengan radikalisme dan terorisme.
Serta, menyikapi dengan bijak terhadap konten yang berbau judi online, pornografi, maupun hal negatif lain, mengingat pemuda, pelajar, mahasiswa, tokoh agama dan tenaga pendidik merupakan sasaran paham radikalisme dan terorisme.
Halim menyebutkan empat konsensus Dasar Negara yang harus dijaga, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Kemudian, mengimplementasikan pada kehidupan sehari-hari guna pencegahan radikalisme dan terorisme, melalui cara deteksi dini dan partisipasi para pemuda," ajaknya.
Selanjutnya, akademisi Institut Agama Islam (IAI) Darul Ulum Kandangan Akhmad Zaky Yamani mengingatkan penting memperkuat jejaring komunitas pemuda sebagai fondasi utama membangun ketahanan sosial.
Baca juga: FKPT Kalsel imbau warga tetap waspada potensi ancaman teroris
Menurut dia, sikap saling mengenal dan memahami perbedaan, pemuda mampu menurunkan tensi polarisasi dan menjadi agen perdamaian di tengah keberagaman ideologi.
Komunitas pemuda di HSS yang terhubung secara aktif dapat membentuk ekosistem sosial yang inklusif.
"Ini dapat menjadi benteng kuat terhadap konflik berbasis ideologi yang seringkali tumbuh dari prasangka dan keterputusan komunikasi," jelasnya.
Jejaring pemuda yang kuat dan lintas ideologi jadi instrumen strategis meredam potensi konflik, serta kolaborasi mereka dalam isu-isu bersama membentuk narasi positif yang menggantikan retorika perpecahan.
Keterlibatan aktif pemuda dalam jejaring komunitas memperluas perspektif dan mengurangi sektarianisme. Ini bukan hanya soal pertemanan, tetapi tentang membangun peradaban damai melalui ruang-ruang dialog dan aksi kolektif.
Dan tidak bisa berharap polarisasi sosial mereda tanpa upaya sistematis membangun koneksi di antara anak muda.
"Jejaring komunitas bukan sekadar sarana silaturahmi, tapi ruang strategis untuk menyatukan visi kebangsaan di tengah ragam ideologi," tuturnya.
Dirinya pun berharap anak muda, pelajar dan mahasiswa bijak dalam menggunakan media sosial, baik menyerap dan membagikan informasi, selektif terhadap berita dan cegah penyebaran berita hoaks.
Baca juga: Mantan Napiter ungkapkan rasa penyesalan masuk dalam jaringan