Ketidaksesuaian pemanfaatan lahan menjadi tantangan besar yang kini berdampak langsung terhadap keselamatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Baca juga: 80 desa di Tanah Bumbu rawan bencana alam
Ketika kawasan sempadan sungai diubah menjadi pemukiman, atau lereng curam menjadi tambang terbuka, maka sesungguhnya wilayah tersebut sedang membuka pintu bagi bencana untuk datang lebih sering dan lebih merusak.
Banjir, longsor, hingga kekeringan semakin sering terjadi dan masyarakat yang menanggung akibatnya.
Fenomena ini tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga mengguncang kehidupan sosial. Ketika rumah hanyut karena banjir, atau ladang tak lagi subur karena erosi, maka yang hilang bukan sekadar aset, tapi juga harapan.
Para siswa terpaksa berhenti sekolah, kesehatan menurun akibat lingkungan tercemar, dan masyarakat kehilangan mata pencaharian. Ini bukan sekadar masalah teknis perencanaan, melainkan krisis kemanusiaan yang lahir dari cara manusia memperlakukan ruang hidup.
Maka, penataan ruang yang tangguh terhadap bencana bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Kita perlu membangun sistem yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga melindungi kehidupan.
Dan semua itu dimulai dari cara manusia memahami dan merancang ruang.
Baca juga: BPBD Tanah Bumbu ekspose kajian resiko bencana lima tahun ke depan
