Ketika Ruang Tak Lagi Netral: Menyemai Kesadaran dari Ilmu dan Pengalaman
Penataan ruang adalah cerminan cara kita memperlakukan bumi ini, apakah manusia merawat dengan bijak, atau justru mengeksploitasi tanpa batas.
Di Tanah Bumbu, banyak lahan yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung justru dijadikan ladang eksploitasi. Ketika kawasan resapan air diaspal untuk pembangunan, atau hutan ditebang tanpa rencana, maka manusia sedang memutus keseimbangan alam yang sudah terbentuk ratusan tahun.
Baca juga: Tanah Bumbu tekan risiko bencana melalui KSB
Pemikiran seperti ini bisa kita ditemukan pada gagasan social ecological system yang dikembangkan oleh Folke dan rekan-rekannya (2016).
Folke dan rekan-rekannya mengingatkan bahwa manusia dan alam bukan dua hal yang terpisah. Setiap kali manusia mengubah lanskap, maka mengubah pola hidup masyarakat dan kemampuan untuk bertahan menghadapi bencana.
Ketika wilayah tangkapan air rusak, masyarakat tak bisa lagi berharap sungai tidak meluap.
Hal ini sejalan dengan pendekatan risk sensitive land use planning yang disarankan oleh UNDRR (2017).
Perencanaan ruang seharusnya tidak hanya memikirkan di mana bangunan berdiri, tetapi juga seberapa aman tempat itu untuk ditinggali. Data risiko harus menjadi panduan utama, bukan sekadar pelengkap laporan.
Jika masyarakat tahu suatu kawasan rawan longsor, maka seharusnya tidak ada permukiman dibangun di lokasi tersebut, seberapa pun tinggi nilai investasi.
Lalu bagaimana seharusnya masyarakat bersikap? Salah satu solusi melalui pendekatan berbasis alam atau nature based solutions yang digaungkan IUCN (2016).
Ini bukan sekadar teori, tapi ajakan untuk kembali percaya pada kekuatan alam, seperti mangrove yang tumbuh di tepi pantai bisa melindungi desa dari abrasi dan gelombang tinggi atau hutan hujan di perbukitan mampu menahan air agar tak langsung turun deras ke pemukiman.
Ini adalah solusi yang tidak mahal, namun penuh makna.
Karena itu, penataan ruang yang baik adalah penataan ruang yang manusiawi. Ia memadukan pengetahuan ilmiah, kearifan lokal, dan empati pada generasi yang akan datang.
Jika Tanah Bumbu ingin tetap menjadi tempat yang aman dan layak ditinggali, maka cara manusia menata ruang harus berubah dari sekadar mengejar untung menjadi menjaga kehidupan.
Baca juga: Tanah Bumbu tekan risiko bencana melalui KSB
Wujudkan tata ruang Tanah Bumbu tangguh bencana: Memandang ruang dengan rasa dan nalar
Oleh Sulhadi Kamis, 24 April 2025 11:38 WIB

Dokumentasi-Pengendara sepeda motor melintasi jalan longsor akibat cuaca ekstrem di Desa Sebelimbingan Kecamatan Pulau Laut Utara Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Selasa (14/1/2025). (ANTARA/HO-BPBD Kotabaru)