Halidi Sikal, sang pawang api dari selatan Kalimantan
Rabu, 2 Oktober 2024 20:49 WIB
Kalau kebakaran, kita buatkan parit untuk sekat lahan, kalau sudah terlalu besar kita diminta melaporkan ke PT SAM,
Berganti Profesi
Di tengah terik matahari, Halidi melangkahkan kaki ke lahan pertanian miliknya yang mencapai 23 hektare ditanami budidaya hortikultura dengan menerapkan metode tumpang sari berbagai tanaman sayuran dan buah-buahan.
“Tidak semua lahan bisa ulun (saya) kelola, beberapa ulun sewakan ke kawan lain. Ulun cuma mampu kelola sekitar tujuh hektar saja, ini saja sudah lebih dari cukup,” ungkap Halidi.
Halidi mengaku mengelola lahan pertanian seorang diri, meskipun berusia separuh baya, namun masih aktif bertani hingga mengunjungi kebun minimal dua kali sepekan, bahkan lebih sering jika memasuki masa panen raya.
“Bosan kalau tidak ke kebun, kalau lama tidak ke kebun, badan rasanya sakit semua,” jelasnya sambil tertawa.
Halidi pun membeberkan jenis tanaman utama yang dikelola ialah semangka, dan ubi jalar yang dipanen dua hingga tiga kali selama musim kemarau.
Selain itu, Halidi juga menanam kacang-kacangan, cabai, terong, juga berbagai sayuran lainnya dengan intensitas panen seminggu sekali yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Baca juga: Pj Bupati HSS ingatkan bangun komitmen bersama cegah Karhutla
Ia menjelaskan budidaya semangka dan ubi jalar memakan waktu setidaknya 3-4 bulan dengan waktu panen sebanyak dua hingga tiga kali dengan hasil mencapai 3-4 ton untuk semangka, dan 5 ton untuk ubi jalar. Adapun tanaman lainnya, dipanen sekali seminggu.
“Tahun ini kurang panas, hasil semangka tidak sebagus biasanya karena kan semangka ini tanaman panas (suhu panas). Biasanya kan ini panen ketiga masih ada, tapi ini sudah kecil hasilnya. Kemarin dikasih pupuk sama PT SAM jadi masih lumayan subur, ini juga ubi sebentar lagi dipanen,” kata Halidi.
Menurut Halidi, banyak kolaborasi yang dilakukan bersama dengan PT SAM terkait menjaga lahan dari karhutla, pemberdayaan masyarakat setempat, bantuan bibit semangka, dan pupuk herbisida.
Terkait penghasilan dari pertanian, ia pun hanya tertawa dan menjawab dari penghasilan bertani tersebut mencukupi hingga kebutuhan pada tahun depan.
“Kurang lebih Rp200 juta setahun dari bertani saja, pak Halidi ini memang tidak mau dibilang sombong,” kata Asisten Fire PT SAM Rezza Syahrial menambahkan.
Halidi pun mengakui memasuki musim penghujan, ia beralih profesi menjadi nelayan sehingga penghasilan dari bertani digunakan selama musim hujan berlangsung.
Meluapnya air rawa ketika musim hujan membanjiri seluruh kebun miliknya, maka dari itu Halidi bergeser jadi nelayan sebagai kegiatan sehari-hari.
“Kalau hujan, kebun ini terendam semua kan. Ya tidak apa-apa biar kebunnya subur, itu sisa-sisa tanaman kan bagus kalau sudah busuk di tanah karena banjir itu. Tapi ulun tetap harus bekerja jadi biasanya ulun cari ikan untuk keperluan makan sehari-hari saja,” ujarnya.
Halidi pun menutup wawancara dengan mencurahkan kekhawatiran, karena memang masih ada masyarakat yang kurang teredukasi dalam menjadi nelayan terutama di musim kemarau.
Dirinya mengungkapkan masih ada beberapa masyarakat yang menggunakan metode pencarian ikan, dengan cara tidak bertanggung jawab sehingga masih menyebabkan karhutla.