Kandangan (ANTARA) - Perahu kayu bermesin melaju menyusuri rawa Desa Nagara yang terletak di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) , Kalimantan Selatan (Kalsel), perahu tersebut dikendarai Halidi Sikal yang akrab disapa "Sang pawang api dari selatan Kalimantan".
Julukan tersebut disematkan kepada Halidi karena berperan aktif sebagai petani sekaligus nelayan mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di lingkungan sekitar.
Baca juga: 18,7 hektare lahan terbakar di HSS
Keseharian Halidi memiliki dua profesi apabila saat musim kemarau menjadi petani, kemudian "menjelma" sebagai nelayan ketika musim hujan degan mengemudikan perahu melintasi perkebunan kelapa sawit menuju lahan pertanian miliknya.
"Pada musim kemarau, air di rawa terlihat surut hingga mencapai lutut orang dewasa, ini menjadi pemandangan biasa semasa musim kemarau berlangsung," kata Halidi di Daha, Rabu.
Menurut Halidi, tingkat ketinggian air meningkat saat memasuki wilayah pertanian miliknya karena tanggul yang digunakan untuk menahan aliran air.
Tanggul tersebut sudah lama dibangun PT Subur Agro Makmur (PT SAM), salah satu perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di HSS, untuk menjaga ketersediaan air bagi petani saat musim kemarau.
"Biasanya air dari tanggul ini, kita pakai untuk berkebun atau padamkan api, dan untungnya tahun ini tidak ada api atau kebakaran,” ucapnya.
Halidi menceritakan berjuang bersama 17 anggota Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) yang berkolaborasi dengan PT SAM untuk memitigasi dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sekitar wilayah pertanian tersebut.
Pada tahun lalu, Halidi bersama rekannya menginap lebih dari sebulan untuk menjaga api di kebun karena saat itu kebun tidak dikelola sehingga muncul sumber api ketika musim kemarau.
"Kalau kebakaran, kita membuat parit untuk sekat lahan, kalau sudah terlalu besar kita diminta melaporkan ke PT SAM,” ujar Halidi.
Halidi menjelaskan tiga metode yang biasa digunakan untuk menanggulangi karhutla, yakni membangun sekat bakar berupa parit sebagai pembatas agar kebakaran tidak menyebar ke lahan pertanian sekitar.
Kemudian, memadamkan kebakaran dengan menggunakan alat pemadam kebakaran ringan berupa pompa portable (Robin).
Lalu, membangun kanal untuk menjaga ketersediaan air yang digunakan sebagai sumber pertanian, dan juga pemadaman karhutla selama musim kemarau.
“Tiap ada api, pasti kita lapor sama Pak Rezza (Asisten Fire PT SAM). Kalau masih bisa kita atasi, kita padamkan sendiri pake pompa yang dikasih PT SAM," ungkapnya.
Begitupun, kalau api sudah terlalu besar, pihaknya memanggil tim dengan minta bantuan ke PT SAM, petugas yang diturunkan biasanya juga dari Polsek atau Manggala Agni.
Baca juga: Tujuh desa di HSS terdampak karhutla diduga untuk buka lahan pertanian
Kolaborasi petani dan nelayan lokal
Asisten Fire PT SAM Rezza Syahrial mengatakan perusahaan bekerja sama dengan petani dan nelayan lokal, serta instansi terkait dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla.
Menurut Rezza, pemantauan karhutla dilakukan secara rutin dengan melakukan patroli gabungan bersama Manggala Agni dan Kepolisian setempat, juga berkolaborasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) HSS.
“Kesadaran masyarakat kita akan pencegahan karhutla sudah meningkat dalam lima tahun terakhir," ujarnya.
Masyarakat setempat, terutama petani, punya andil besar untuk memantau karena sudah memiliki pengalaman terdampak karhutla.
Saat ini, hampir seluruh masyarakat memiliki rasa tanggung jawab tinggi mengawasi, mencegah atau menanggulangi kebakaran.
PT SAM diketahui saat ini telah membina 13 kelompok peduli api, yang terdiri dari KTPA dan MPA (Masyarakat Peduli Api).
Kolaborasi ini dilakukan selama setahun, antara lain persiapan pembuatan tanggul air, sosialisasi pencegahan dan penanggulangan karhutla, patroli bersama dan pemberdayaan ekonomi.
"Setiap kelompok yang kita bina, termasuk dari kelompok Pak Halidi telah kita bekali alat berupa pompa air portable yang lengkap," tuturnya.
Berganti Profesi
Di tengah terik matahari, Halidi melangkahkan kaki ke lahan pertanian miliknya yang mencapai 23 hektare ditanami budidaya hortikultura dengan menerapkan metode tumpang sari berbagai tanaman sayuran dan buah-buahan.
“Tidak semua lahan bisa ulun (saya) kelola, beberapa ulun sewakan ke kawan lain. Ulun cuma mampu kelola sekitar tujuh hektar saja, ini saja sudah lebih dari cukup,” ungkap Halidi.
Halidi mengaku mengelola lahan pertanian seorang diri, meskipun berusia separuh baya, namun masih aktif bertani hingga mengunjungi kebun minimal dua kali sepekan, bahkan lebih sering jika memasuki masa panen raya.
“Bosan kalau tidak ke kebun, kalau lama tidak ke kebun, badan rasanya sakit semua,” jelasnya sambil tertawa.
Halidi pun membeberkan jenis tanaman utama yang dikelola ialah semangka, dan ubi jalar yang dipanen dua hingga tiga kali selama musim kemarau.
Selain itu, Halidi juga menanam kacang-kacangan, cabai, terong, juga berbagai sayuran lainnya dengan intensitas panen seminggu sekali yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Baca juga: Pj Bupati HSS ingatkan bangun komitmen bersama cegah Karhutla
Ia menjelaskan budidaya semangka dan ubi jalar memakan waktu setidaknya 3-4 bulan dengan waktu panen sebanyak dua hingga tiga kali dengan hasil mencapai 3-4 ton untuk semangka, dan 5 ton untuk ubi jalar. Adapun tanaman lainnya, dipanen sekali seminggu.
“Tahun ini kurang panas, hasil semangka tidak sebagus biasanya karena kan semangka ini tanaman panas (suhu panas). Biasanya kan ini panen ketiga masih ada, tapi ini sudah kecil hasilnya. Kemarin dikasih pupuk sama PT SAM jadi masih lumayan subur, ini juga ubi sebentar lagi dipanen,” kata Halidi.
Menurut Halidi, banyak kolaborasi yang dilakukan bersama dengan PT SAM terkait menjaga lahan dari karhutla, pemberdayaan masyarakat setempat, bantuan bibit semangka, dan pupuk herbisida.
Terkait penghasilan dari pertanian, ia pun hanya tertawa dan menjawab dari penghasilan bertani tersebut mencukupi hingga kebutuhan pada tahun depan.
“Kurang lebih Rp200 juta setahun dari bertani saja, pak Halidi ini memang tidak mau dibilang sombong,” kata Asisten Fire PT SAM Rezza Syahrial menambahkan.
Halidi pun mengakui memasuki musim penghujan, ia beralih profesi menjadi nelayan sehingga penghasilan dari bertani digunakan selama musim hujan berlangsung.
Meluapnya air rawa ketika musim hujan membanjiri seluruh kebun miliknya, maka dari itu Halidi bergeser jadi nelayan sebagai kegiatan sehari-hari.
“Kalau hujan, kebun ini terendam semua kan. Ya tidak apa-apa biar kebunnya subur, itu sisa-sisa tanaman kan bagus kalau sudah busuk di tanah karena banjir itu. Tapi ulun tetap harus bekerja jadi biasanya ulun cari ikan untuk keperluan makan sehari-hari saja,” ujarnya.
Halidi pun menutup wawancara dengan mencurahkan kekhawatiran, karena memang masih ada masyarakat yang kurang teredukasi dalam menjadi nelayan terutama di musim kemarau.
Dirinya mengungkapkan masih ada beberapa masyarakat yang menggunakan metode pencarian ikan, dengan cara tidak bertanggung jawab sehingga masih menyebabkan karhutla.
Halidi Sikal, sang pawang api dari selatan Kalimantan
Rabu, 2 Oktober 2024 20:49 WIB
Kalau kebakaran, kita buatkan parit untuk sekat lahan, kalau sudah terlalu besar kita diminta melaporkan ke PT SAM,