Banjarmasin, (Antaranews Kalsel)- Perhelatan Musyawarah Agung Kerapatan Raja Sultan se- Borneo ( Kerapatan Borneo) digelar di Hotel Royal Kuningan Jakarta, 16 Desember 2016, kata Sultan Banjar Aultan Haerul Saleh melalui pers rilis kepada Antara Banjarmasin, Kamis.
Ada sekitar 10 utusan dan perwakilan dari berbagai Kerajaan, Kesultanan, Kedatuan dan Kepemangkuan Adat Borneo melengkapi kegiatan musyawarah tersebut.
Diantaranya Kesultanan Banjar sebagai Tuan Rumah perhelatan, Kerajaan Matan Tanjung Pura, Ketapang Kal-Bar, Kerajaan Landak Kal-bar, Kerajaan Kubu Kal-Bar, Kerajaan Mempawah Kal-Bar, Kesultanan Pontianak Kalimantan Barat, Kerajaan Sintang Kal-Bar, Kerajaan Kutai Kertanegara Kal-Tim, Kerajaan Paser Kal Tim, Kesultanan Bulungan Kaltara, dan Kerajaan Sambaliung Kaltara.
Kerapatan yang didirikan tahun 2012 di Ketapang dan dikokohkan pendiriannya tersebut di Martapura Kalimantan Selatan tahun 2013 didedikasikan sebagai forum silaturahmi antar kerajaan di tanah Borneo dalam rangka turut memberikan masukan dan pemikiran kepentingan rakyat borneo dan Indonesia pada umumnya.
Sekjen Kerapatan Borneo Sultan Haji Khairul Salleh Al Mu’tashim Billah dalam sambutan Musyawarah Agung mengatakan bahwa selama ini peran kerajaan dan kesultanan di Tanah Borneo telah memberikan andil yang cukup besar dalam mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan lokal dan diplomasi kebudayaan guna memperkokoh ke-Bhineka Tunggal Ika-an bangsa Indonesia. Gelaran dan perhelatan kebudayaan yang dilaksanakan adalah cerminan dari apresiasi dan keberterimaan rakyat masing-masing kerajaan dan kesultanan di wilayahnya.
Menurutnya sepanjang waktu berjalan semakin semarak dan semakin bergairah rakyat dalam turut mengawal misi-misi Kerajaan dan Kesultanan. Untuk itu dalam konteks Kerapatan Borneo tentu diperlukan langkah-langkah strategis dan nyata dalam rangka menggaungkan hajat dan aspirasi rakyat Borneo lebih besar lagi, sehingga gairah-gairah tersebut tidak terkotak dalam wilayah masing masing, tetapi memiliki keterjalinan antar wilayah antar masyarakatnya. “Keterjalinan rasa tersebut perlu dipadukan dalam renta k yang sama yakni bagaimana rakyat Borneo bisa mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah Pusat dalam hal pembangunan dan kesejahteraan serta keadilanâ€, tutur Sultan Banjar mantan Bupati Banjar dua periode ini, jumat 16 Desember 2016.
Menurut Sultan Banjar, isu-isu radikalisme, terorisme, dan gonjang ganjing politik hari ini Insha Allah Rakyat Borneo akan menyadari pentingnya keberagaman dan bersamaan dalam berbangsa dan bernegara dengan adanya Character building selama ini lewat diplomasi kebudayaan yang dilakukan Kerajaan, Kesultanan dan kepemangkuan adat di masing-masing wilayah.
“Kitab bersendikan syara’, syara bersendikan kitabullah dengan pengejahwantahan harmonisasi Ulama, Tokoh Adat, Umara atau Pemerintah dan Rakyat menjadikan rakyat akan menjunjung nilai-nilai luhur dan maruah bangsa. Inilah yang justru memperkuat NKRI,â€, ujar Sultan Banjar.
Dalam kesempatan tersebut Ir. H Gusti Kamboja, Raja Matan Tanjung Pura Ketapang mengatakan, Pemerintah Pusat harus lebih memperhatikan kawasan Borneo. Sungguh ironi daerah yang selama ini turut menyumbang PDRB dan devisa terbesar ketiga serta kesetiaan atas NKRI jika hanya dipandang sebelah mata, apalagi kebijakan-kebijakan pusat rentan melakukan penguasaan atas hak-hak lahan di Borneo yang dengan mudah diberikan kepada investor asing. Sementara kontribusi pembangunan bagi Borneo masih kecil diperhatikan.
“Untuk itu Kerapatan Borneo perlu menggandeng banyak pihak diantaranya pada cendikia dan akademisi Perguruan Tinggi, pemangku kepentingan untuk duduk bersama membahas soal ini sehingga satu kata dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat Borneo secara lebih beradabâ€, ujar Gusti Kamboja.
Perwalikan dari Kutai Kartanegara, Pangeran Harry memberikan pandangan serupa bahwa Pemerintah Republik Indonesia dalam konteks keadilan pembangunan terhadap Borneo jangan melupakan sejarah bahwa kemerdekaan tidak sekadar hasil perlawanan dengan penjajahan Belanda, tetapi juga didasarkan pada kerelaan masyarakat dan kesultanan menyatakan bergabung dan memberikan amanah kepada founding father atas rakyat dan tanahnya. Fakta ini harus menjadi pengingat karena harapan dari peristiwa ini adalah bagaimana rakyat diberikan keadilan pembangunan, bukan pembangunan yang lebih diuntungkan pada kawasan yang lain.
â€Maka dari itu saya mengusulkan perlu ada kajian atau seminar yang bertajuk, bagaimana pandangan Pemerintah Pusat Terhadap adanya Kesultanan dan Kerajaan yang bangkit hari ini? Ini ingin menegaskan sikap pemerintah dalam bersama-sama membangun NKRI iniâ€, papar pangeran dari Kutai Kertanegara ini.
Dalam kesempatan itu, para Raja dan Sultan Borneo tersebut akan menghadap Presiden Republik Indonesia untuk menyampaikan beberapa pandangan dan pemikiran berkaitan dengan persoalan bangsa dan persoalan pembangunan di Tanah Borneo dari aspirasi masyarakat Borneo di berbagai wilayah Provinsi dan kawasan kerajaan/kesultanan.(**)