Kicauan burung hingga tonggeret berbunyi nyaring, suara merdu di ketinggian 450 mdpl dengan suasana tenang di kawasan hutan yang jauh dari padatnya permukiman.
Baca juga: Gubernur Kalsel kunjungi BPBAT Mandiangin tinjau budidaya ikan haruan
Sekeliling pesanggrahan itu tampak pemandangan alam dengan bukit-bukit membentang luas yang kaya akan jutaan flora dan fauna.
Seorang lelaki berbadan tegap mencabut rumput yang tumbuh liar dan menyapu di halaman bangunan kolonial itu, membuangnya ke tong sampah yang tak jauh dari bangunan.
Sehari-hari, lelaki berpostur gempal dan tinggi semampai itu mengulang aktivitas yang sama, membersihkan dan merawat lingkungan Pesanggrahan Belanda.
Beranjak ke dalam bangunan, beberapa kaum perempuan sibuk dengan perabotan di dalam bangunan kuno itu.
Menata barang-barang, membersihkan debu yang melekat di foto-foto kolonial yang terpajang di dinding. Dinding bangunan sangat kuat, dinding kayu itu dicat dengan vernis untuk memperindah pandangan.
Tak jauh dari situ, salah satu penjaga melayani pengunjung di sebuah ruangan yang didesain untuk memasarkan hasil produk olahan UMKM lokal. Pesanggrahan ini memberdayakan karya penduduk setempat untuk dijual kepada tamu-tamu dari luar daerah.
Baca juga: Kawasan Tahura Sultan Adam Mandiangin ditutup hingga waktu tak ditentukan
Bahkan, para pekerja itu pun merupakan penduduk desa setempat yang juga diberdayakan pemerintah daerah untuk merawat situs bersejarah itu.
Bangunan kuno peninggalan kolonial itu dahulu digunakan pejabat Belanda sebagai tempat peristirahatan pada 1939-1942.
Infrastruktur yang memiliki panjang dan lebar sekitar belasan hingga 20an meter, berdinding dan atap kayu Ulin yang masih kokoh dan akan kuat hingga ratusan tahun.
Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, ruang tamu, kamar tidur, dapur, kamar mandi. Ruang-ruang itu dulu ditata dan digunakan oleh kolonial. Struktur dinding fondasi dari campuran batu andesit dan semen portland serta kerikil.
Sekitar 10 meter ke bawah, terdapat sebuah garasi yang digunakan pejabat Belanda untuk memarkir mobil. Dengan panjang sekitar lima meter dan lebar tiga meter. Susunan bangunan garasi itu dari campuran bata, semen portland, kerikil, dan struktur rangka baja bertulang.
Turun sekitar 50 meter, terdapat fasilitas kolam renang dan lapangan tenis yang dulu digunakan pejabat Belanda. Bangunan-bangunan ini dulu dirancang oleh A.W Rynders pada 1939, yang saat itu tercatat sebagai arsitek di wilayah Zuit En Oost Borneo.
“Pesanggrahan ini dulu hanya tersisa dinding fondasi dan beberapa bagian lain. Lalu kami melibatkan peneliti sejarah dari Universitas Lambung Mangkurat untuk mengembalikan struktur bangunan kembali seperti awal saat kolonial memimpin Pemerintahan Borneo,” kata Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Fathimatuzzahra.
Baca juga: PKK Kalsel dorong usaha budidaya ikan air tawar skala rumah tangga

