Untuk memantau tinggi muka air tanah di lahan gambut tersebut, kata dia, BRGM memasang alat pemantauan tinggi muka air tanah (AP-TMAT) untuk melaporkan kondisi tinggi muka air tanah secara otomatis dan real time.
"Selain sebagai parameter informasi kerawanan kebakaran, tinggi muka air tanah juga sebagai indikator pemulihan fungsi ekosistem gambut, karena dalam amanat PP dan PermenLHK disebutkan tidak boleh lebih 0,4 meter di bawah permukaan gambut," ungkapnya
Dijelaskan dia, APTMA merupakan seperangkat alat dengan tiga komponen utama, yakni, sensor tinggi muka air tanah, sensor curah hujan dan sensor kelembaban tanah.
"Tiga komponen ini mengirimkan data ke data logger yang akan diteruskan ke server BRGM dan kemudian diinformasikan kepada masyarakat melalui aplikasi SIPALAGA (Sistem Pemantau Air Lahan Gambut).
"Publik dapat mengetahui kondisi hidrologi lahan gambut melalui data tinggi muka air tanah, kelembaban dan curah hujan setiap satu jam di dalam aplikasi tersebut," ujarnya.
Menurut dia, sejak 2017 hingga 2019, BRGM telah membangun AP-TMAT otomatis sejumlah 153 unit tersebar di 7 (tujuh) provinsi restorasi gambut, salah satunya di Provinsi Kalimantan Selatan. Adapun jumlah terbanyak terpasang AP-TMAt adalah di Provinsi Riau dan Kalteng.
Baca juga: Kepala BRGM percepat restorasi gambut
Sejak 2019, Dian mengungkapkan BRGM mengembangkan sistem FDRS (Fire Danger Rating System) Gambut dibantu Institut Pertanian Bogor (IPB), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
"FDRS Gambut adalah sistem yang dapat memprediksi tujuh hari ke depan kondisi kekeringan dan kerentanan kebakaran di lahan gambut," terangnya.
Selain itu, BRGM juga mengembangkan platfom daring berbasis spasial yang menyediakan informasi terkini terkait kemajuan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove, yang di namakan Pranata Informasi Restorasi Ekosistem Gambut dan Rehabilitasi Mangrove (PRIMS).
PRIMS mendukung pemantauan dan pelaporan kegiatan restorasi gambut yang dilakukan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Tim Restorasi Gambut Daerah, Pemerintah Pusat.
Saat ini, BRGM juga sudah memiliki aplikasi pengumpulan data lapangan yang diberi nama “SISFO” (Sistem Informasi).
Dengan aplikasi SISFO yang berbasis gawai atau telepon seluler, pelaksana verifikasi dapat mengambil data di lapangan sesuai dengan format yang telah terstandardisasi.
Keunggulan SISFO dalam pemantauan adalah adanya data koordinat, kondisi umum dan foto infrastruktur pembasahan gambut (IPG) yang terbangun ataupun terpelihara.
Menurut dia, semua sistem informasi yang disebutkan di atas sangat penting untuk dijaga keberlanjutannya dan dikembangkan dalam rangka fungsi manajemen kinerja restorasi gambut pada Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan sebagai pemenuhan amanat keterbukaan informasi publik atas kinerja restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove.
Data BRGM menunjukkan Rencana Tindakan Tahunan (RTT) Restorasi Gambut 2022-2024 di Provinsi Kalimantan Selatan, yakni kegiatan intervensi restorasi gambut seluas 22.754.000 hektare pada tiga KHG, yaitu KHG Sungai Balangan-Sungai Batangalai, KHG Sungai Utar-Sungai Serapat, dan KHG Sungai Barito-Sungai Taping.
Baca juga: BPBD Tapin: Karhutla turun karena masuk musim hujan
Kalsel optimalkan upaya selamatkan ekosistem lahan gambut
Senin, 23 Oktober 2023 16:57 WIB
tanpa membakar lahan gambut