Hulu Sungai Tengah, Kalimantan (ANTARA) - Sebagian warga suku Banjar di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan,
melaksanakan tradisi Batumbang Apam pada setiap peringatan Hari Raya Idul Fitri.
Menurut Bupati Hulu Sungai Tengah, Aulia Oktafiandi, tradisi tersebut merupakan budaya lokal Suku Banjar di wilayahnya.
“Ini adalah warisan budaya turun temurun, kita wariskan untuk anak-anak kita karena mereka adalah penerus kita kelak nanti,” kata Aulia saat menghadiri acara Tradisi Batumbang Apam di Hulu Sungai Tengah, Selasa.
Aulia berharap, kelak anak-anak Suku Banjar wilayahnya dapat meneruskan budaya tersebut agar tetap menjadi identitas lokal.
“Semoga anak kita memperoleh keselamatan dan kedamaian agar mereka sehat dan dapat melestarikan warisan kita ini,” katanya.
Kegiatan Tradisi Batumbang Apam yang dilaksanakan di Desa Pajukungan, Kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut dihadiri oleh seluruh jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten setempat.
Dinas Pendidikan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dikatakannya, sudah mengusulkan budaya Batumbang Apam menjadi warisan budaya tak benda pada tahun 2022.
Aulia berharap budaya lokal tersebut di akui secara nasional.
Sebelum tradisi dimulai, pengurus masjid dan para orang tua biasanya gotong royong untuk membersihkan masjid.
Kemudian para orang tua menyiapkan kue apam setinggi anak dan koin logam untuk dibagikan ke warga yang menghadiri tradisi.
Anak diserahkan ke kaum masjid untuk dibawa ke mimbar, selanjutnya anak akan menginjakkan kaki di tangga mimbar, berjalan dari bawah sampai ke atas.
Setelah itu anak dikembalikan ke orang tua, dan ditutup dengan doa dan diakhiri dengan pembagian uang koin logam kepada warga yang menghadiri acara tersebut.
Tujuan tradisi ini menurut Aulia, agar anak diharapkan dapat mengenal hal yang baik saja, dan mengabaikan yang buruk.
Tradisi ini menurut para tokoh agama di Hulu Sungai Tengah, sebagai bentuk tanggung jawab para orang tua agar anak mendapat keberkahan dari Sang Pencipta.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Pajukungan Nurul Hikmah (25) mengaku kegiatan tersebut sudah jadi tradisi turun temurun keluarganya.
“Saya baru pertama kali ikut karena anak saya baru satu, tapi keluarga saya sudah turun temurun mengikutinya,” ucap dia.