Banjarmasin (ANTARA) - Umurnya tergolong muda belia, namun kiprah dan kepeduliannya terhadap lingkungan dan sesama tak disangsikan, meski tak terpantau oleh media, adalah Dokter Putri Sri Rizky, yang sejak dibangku SD sudah menunjukkan sifat kemandirian dan peka terhadap sosial lingkungan tempat ia tinggal.
Selain menjalani 'tugas negara' sebagai dokter internship di Rumah Sakit Kabupaten Tanah Bumbu, Dokter Putri-(sapaan akrabnya) yang kini genap berumur 22 tahun, juga aktif mengikuti kegiatan sosial yang berbasis medis bagi para lanjut usia (Lansia) di bawah naungan Lembaga Bina Bakti Taruna (LP2T) Kalimantan Selatan yang diketuai H Yuherli.
Banyak kegiatan yang dijalani dokter yang lahir pada 15 Sa'ban 1418 Hijriah bertepatan 2 Januari 1997 Masehi ini, diantaranya aktif sebagai penggiat sosial pada layanan bagi Lansia seperti Posyandu Lansia, home care dan perawatan sosial bagi Lansia.
Sejak menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat 2013 lalu ketika umur baru genap 16 tahun, Putri sudah aktif ikut pada kegiatan sosial, baik yang diselenggarakan organisai kampus maupun lembaga sosial lain seperti DKM Masjid Al Muhajirin di Jl HKSN Banjarmasin diantaranya pemeriksaan kesehatan gratis, donor darah hingga sunatan massal gratis yang rutin digelar.
Terlebih saat ini, dengan menyandang profesional medis, disela-sela jam dinasnya dokter Putri terus aktif dalam giat sosial medis, salah satunya dibawah naungan LP2T Kalsel yang membina 68 kelompok Lansia dengan warga pendampingan sebanyak 3.828 tersebar di empat kabupaten/kota yakni Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Kabupatan Barito Kuala dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) secara rutin menggelar aksi sosial dan kesehatan.
"Ada kepuasan bathin bagi saya sebagai seorang Muslimah dalam menjalankan kegiatan sosial seperti ini, selain bermanfaat bagi sesama karena bisa menolong, saya juga bisa menjalankan dakwah lewat profesi dokter," ujar dokter Putri memulai perbincangan.
Lahir dan dibesarkan dari keluarga sederhana dan kental dengan nilai-nilai Islam, putri pertama pasangan Shohibul Huda dan Sri Noorlisnawati ini mengaku sangat bersyukur atas karunia yang ia terima dengan profesi dokter, karena bisa menyelipkan nilai-nilai agama kepada pasien.
Karena hampir sebagian besar pasien yang sakit, tidak peduli lagi dengan syara' (hukum-hukum Islam) dalam usaha mendapatkan pengobatan, yang terpenting bagi mereka adalah bagaimana sembuh dengan menyandarkan pada dokter dan obat, sehingga nilai 'ketauhidan' sangat rentan.
"Bisa jadi orang yang sakit tidak lagi memperhatikan bagaimana auratnya yang terbuka, terus tata cara makan dan minum obat sesuai Islam, dan keyakinan bahwa hanya Alloh Subhanahu wata'ala yang bisa menyembuhkan," beber gadis penyuka makanan Soto Banjar ini.
Dengan cara-cara sederhana yang dilakukan, mengingatkan bahwa sakit dan sembuh adalah takdir Alloh, berobat ke dokter dan minum obat merupakan ihtiar yang diharuskan, begitu juga dengan cara makan dan minum harus sesuai dengan tuntutanan Islam yang disunnahkan yakni dengan tangan kanan, duduk dan baca Bismillah.
Meski terkesan sangat sepele dan biasa, tapi kalau hal-hal seperti ini disampaikan oleh dokter dengan cara santun dan friendly, maka pasien lebih patuh atau 'ma'asi' dan itu ia sangat yakini akan menjadi amal kebaikan di akhirat karena mengajak orang dalam kebaikan.
"Prinsip dasar bagi saya, dapat mengaktualisasikan hadist Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wassalam yaitu "Khairunnas Anfa'uhum Linnas" yang bermakna sebaik-baik manusia yakni yang bermanfaat bagi manusia lainnya," ujarnya tenang.
Selain jiwa sosial yang peka, dokter yang memprakarsai adanya sekolahan yang terintegrasi dengan wawasan lingkungan, satu pemikiran sinergitas kepedulian lingkungan dan peningkatan SDM banua melalui makalah berjudul 'Berkah Sekolah Sampah' ini juga ternyata mempunyai jiwa enterpreunership yang cukup menonjol.
Bahkan sejak duduk dibangku SD Muhammadiyah 8-10, atas dorongan sang ibu, ia sudah mulai berwirausaha, dengan berkreasi membuat penganan kecil terbuat dari coklat beraneka bentuk animasi yang kemudian dijual kepada teman-teman di sekolah.
"Waktu itu saya duduk dikelas 4, berkat motivasi ayah dan ketika diajak jalan-jalan di Hero Super Market (eks Mitra Plaza), dari uang saku yang dikumpulkan sebulan, saya belikan coklat batangan dan cetakan kue dengan tokoh animasi seperti micky mous dan lain-lain," kenang dokter Putri.
Sesampai di rumah diolah dengan cara sederhana, atas arahan ibu yang suka memasak, batangan coklat ditim hingga leleh, kemudian dituang dalam cetakan dan diberi isi biji kacang mete, setelah dibekukan dalam kulkas diangat dan dikemas dalam plastik bergambar tokoh kartun.
Waktu berjualan pada jam istirahat, dihari pertama dagangannya 'ludes' terjual dengan harga Rp2.000 per biji sehingga total bawa pulang uang Rp60 ribu dari modal sekitar Rp40 ribu. Hari-hari berikutnya, dagangan laris manis, bahkan banyak diantara teman di kelas lain yang terpaksa indent (pesan lebih dulu).
Tidak cukup hanya permen dan kue coklat, kreasi dagangan diganti dengan kurma isi keju dan kurma coklat, semua itu diolah sendiri dan dibantu orangtua, "Alhamdulillah setiap dagangan yang dijual habis terjual, bahkan saya sempat pusing menghitung uang hasil jualan."
Kebiasaan berdagang di sekolah anak pertama dari empat bersudara ini ternyata berlanjut hingga dijenjang SMP dan SMA, walaupun jenis barang jualannya pun meskin beragam bahkan lebih lengkap seperti bando, bross dan assesoris remaja putri pada umumnya.
"Setidaknya dari uang tersebut, bisa untuk menambah uang jajan tanpa harus minta lagi ke orangtua, dan kebiasaan berwirausaha ternyata terbawa hingga di bangku kuliah. Meski materi perkuliahan sangat padat, tapi saya terlibat aktif dalam organisasi kampus, sehingga setiap kebutuhan logistik apapun dalam kegiatan seperti kue kotak, makan pagi atau makan siang saya bisa berperan," ungkap Putri seraya mengaku sudah punya usaha 'Catering Putri' melayani pesanan makanan dan snack box yang dikelola bersama ibunya.
Bahkan ia mengisahkan pernah menyuplai makan dalam event dies natalis yang harus menyiapkan makanan kotak sebanyak 3.000 porsi, sehingga harus melibatkan banyak kru, dan saat itu bisa mendapat keuntungan hingga jutaan rupiah.
Uangnya bisa bantu-bantu beli buku paket karena buku di Fakulta Kedokteran rata-rata mahal, dan ini sangat menolong agar orangtua tidak samkin berat bebannya karena harus membiayai adik-adik yang masih di pondok pesantren dan sekolah dasar.
Lebih lanjut, mantan mahasiswa kedokteran termuda saat diterima di FK ULM baru berumur 16 tahun ini mengaku sudah terbiasa dengan kegiatan sosial, keagamaan dan lingkungan, itu karena ada kebiasaan dalam keluarganya yakni program Shalat Subuh berjamaah di masjid-mesjid sekaligus mengikuti pengajian tiap hari. Karena sang ayah masuk dalam komunitas Forum Jamaah Keliling (FKJK) Banjarmasin.
"Ada kebiasaan yang sangat berharga dari orangtua, setiap subuh harus keliling ke masjid-masjid yang mengadakan kajian, sehingga tiap subuh berganti masjid, sedangkan bila ba'da maghrib wajib mengaji Al Qur'an di rumah, itu berlaku bagi semua anggota keluarga," ujarnya.
Dari kebiasaan itulah, kini sudah menjadi habbits bagi dia dan adik-adiknya, dan ia berharap itu menjadi 'virus positif' untuk ditularkan kepada keluarganya kelak dalam menempa akhlaq generasi penerus di tengah perubahan zaman yang kian berat.
Dalam situasi dan kondisi apapun, kecuali memang ada halangan sebagai fitrah wanita dewasa, dokter Putri selalu ikut sholat subuh berjamaah, dan dari situlah ia semakin banyak kenal dengan jamaah yang berasal dari latar belakang berbeda bahkan dari yang belia hingga sepuh-sepuh.
Bak gayung bersambut, sang ayah yang juga sebagai aktivis masjid dengan berbagai kegiatan sosial keagamaan, dokter Putri kerap dilibatkan bahkan kini ia didaulat sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan bagi jamaah Masjid Al Muhajirin Banjarmasin hingga sekarang.*