Banjarmasin (ANTARA) - Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Banjarmasin, Kalsel, Murniati menyampaikan, jaminan hari tua (JHT) dari program jaminan sosialisasi ketenagakerjaan menjadi komponen kunci perlindungan sepanjang hayat pekerja.
Disampaikan dia di Banjarmasin, Sabtu, penguatan perlindungan pekerja untuk JHT ini menjadi isu yang hangat di bahas pada Social Security Summit 2024 yang berlangsung di Jakarta (26/11/2024).
Baca juga: BPJAMSOSTEK Banjarmasin bina hubungan dengan komunitas ojek online
Menurut dia, diskusi terkait ini dibahas BPJS ketenagakerjaan dengan narasumber Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sudarto yang mengakui jaminan sosial merupakan salah satu cara agar pekerja dapat merasakan hidup layak di masa tuanya.
Murniati pun menyampaikan perlu pembenahan bersama agar jaminan sosial ketenagakerjaan semakin inklusif yang tidak hanya mempengaruhi pekerja sebagai peserta, namun juga mempengaruhi lingkungan kerja.
"Idealnya Jaminan Hari Tua (JHT) sebagai komponen kunci perlindungan sepanjang hayat," ujarnya.
Menurut dia, ini selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berbasis hak, universal dan mendukung warga lanjut usia.
"Perempuan dan laki-laki lanjut usia harus memiliki hak terhadap akses yang adil atas pekerjaan yang layak, upah, serta manfaat jaminan sosial yang memadai dan sesuai," tuturnya.
Sebagaimana ditekankan Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sudarto, Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi hal yang mutlak dimiliki para pekerja saat masih aktif bekerja dan memperoleh pendapatan.
"Kita melewati siklus kehidupan, mulai dari sekolah, setelah sekolah, bekerja, dan setelah bekerja. Setelah bekerja itu seharusnya tidak cemas, karena ada jaminan sosial," ujarnya.
Sudarto mendorong perlunya skema yang tepat guna mempercepat perluasan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya, peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan hingga Oktober tahun 2024 baru mencapai 40,83 juta, di mana jumlah pekerja formal dan informal sekitar 150 juta.
"Bahkan saat ini yang ikut jaminan pensiun mungkin hanya sekitar 14 juta, yang ikut jaminan JHT itu sekitar 16 juta dari 140-145 juta pekerja. Ini yang jadi konsen kita, jangan sampai kita dan teman-teman kita begitu pensiun dapetnya bansos, artinya apa, membebani APBN," jelasnya.
Hal senada juga menjadi perhatian I Gede Dewa Karma Wisana, peneliti di Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) tersebut menegaskan pentingnya dividen atau pendapatan untuk di masa tua.
Baca juga: Jamsostek sentuh hingga aparat RT di Kabupaten Banjar
Sebab, menurutnya ketika pekerja memasuki usia lansia, jumlah pengeluaran akan jauh lebih besar daripada pendapatan.
Sehingga JHT menjadi solusi penting agar tetap pekerja terap hidup layak dan cukup meski sudah tak produktif lagi.
"Kami di demografi sangat peduli soal siklus hidup. Kita perlu memikirkan dividen-nya, perlu menyiapkan dividen dari bonus demografi yang ada," ujarnya.
I Gede turut mendorong para pekerja yang masih produktif dan punya pendapatan untuk mempersiapkan di hari tua, salah satunya melalui JHT.
"Jadi kita berencana menyiapkan strategi agar penduduk yang sekarang produktif tidak hanya memiliki pendapatan yang cukup dan hidup layak, tapi mampu menyiapkan hari tua. Sehingga, konsumsinya bisa mencukupi lewat pendapatan atau income investasi yang sudah mereka kumpulkan saat muda hari ini," terangnya.