Banjarmasin (ANTARA) - Tuan Guru Haji Madyan Noor Mar'ie mengingatkan kaum Muslim akan dosa-dosa yang harus segera bertaubat, dalam tausiyahnya di Masjid Assa'adah Komplek Beruntung Jaya Banjarmasin, Rabu malam.
"Sebagaimana kandungan Al Qur'an serta Hadits Rasulullah Muhammad Saw dosa-dosa yang harus segera bertaubat tercatat ada 17 antara lain menyekutukan Allah," ujar Tuan Guru Madyan.
Tuan Guru Madyan yang lama menimba ilmu agama di Mekkah Madinah Arab Saudi bergelar "Lc" dan "MA" itu menegaskan, bahwa menyekutukan Allah termasuk dosa besar yang tidak akan mendapatkan ampunan Nya.
Oleh karenanya, Tuan Guru asal Amuntai (185 km utara Banjarmasin) ibukota Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) itu mengingatkan pula terutama jamaah Masjid Assa'adah tersebut agar jangan sampai menyekutukan atau menserikatkan Allah SWT.
"Sekarang di Banjarmasin ada aliran sesat, bukan saja menyekutukan Allah, tetapi lebih dari itu mengaku diri Allah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan (Kalsel) sudah meminta kepada yang berwenang untuk menangani," kata Tuan Guru Madyan.
Tuan Guru Madyan menambahkan, dosa-dosa lain yang juga harus segera bertaubat yaitu mengekali pekerjaan/maksiat kecil seperti buang air kecil tanpa mencuci dan lainnya.
Selain itu, putus asa terhadap rahmat Allah, serta tidak takut dengan siksa Allah atau neraka, lanjut keponakan almarhum H Idham Chalid - mantan Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II masa Presiden Soekarno tersebut.
Mengenai putus asa terhadap rahmat Allah, mantan Ketua Persatuan Qari dan Qariah DKI Jakarta itu mencontohkan, berdo'a yang berkepanjangan namun belum Allah "ijabah" (kabulkan) kemudian berhenti berdoa atau tidak mau berdoa lagi.
"Padahal dalam Al Qur'an Allah memerintahkan berdoa dan niscaya Allah kabulkan," kutip Tuan Guru Madyan seraya menambahkan, bahwa doa tersebut kalau belum Allah kabulkan di dunia mungkin di alam akhirat.
Contoh lain orang yang bekerja habis-habisan tetapi "kada sugih-sugih" (tidak kaya-kaya), kemudian berhenti bekerja/berusaha. "Padahal Allah Maha Tahu, sehingga mungkin ada pertimbangan lain sehingga Allah "kada manyugihakan" (tidak mengatakan)," demikian Tuan Guru Madyan.