New York (ANTARA) - Harga minyak berjangka terangkat sekitar satu persen ke level tertinggi satu minggu pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena harga bahan bakar solar di AS melonjak, jumlah rig minyak turun dan kebakaran terjadi di sebuah kilang di Louisiana.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober meningkat 1,12 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi menetap pada 84,48 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober menguat 78 sen atau 1,0 persen menjadi ditutup pada 79,83 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga solar melonjak sekitar 5,0 persen ke level tertinggi dalam hampir tujuh bulan, meningkatkan crack spread solar, yang merupakan ukuran margin keuntungan penyulingan, ke level tertinggi sejak Januari 2023.
“Hal utama adalah kekhawatiran mengenai harga solar, crack spread solar, dan kekhawatiran tentang kekurangan solar ketika kilang melakukan pemeliharaan,” kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group. Dia menambahkan harga juga mendapat dukungan dari kebakaran di kilang Louisiana dan jatuhnya jumlah rig AS.
Data ekonomi yang lemah dan penguatan dolar membatasi kenaikan. Untuk minggu ini, Brent turun kurang dari 1,0 persen dan WTI kehilangan sekitar 2,0 persen. Pekan lalu, kedua harga acuan tersebut turun sekitar 2,0 persen.
Kebakaran di tangki penyimpanan nafta raksasa berhasil diatasi pada Jumat (25/8/2023) sore di kilang Marathon Petroleum yang berkapasitas 596.000 barel per hari (bph) di Garyville, Louisiana.
Pada Agustus, perusahaan-perusahaan energi AS mengurangi jumlah rig minyak aktif selama sembilan bulan berturut-turut, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes dalam laporannya yang diikuti dengan cermat.
Harga minyak mentah naik meskipun ada berita ekonomi yang lemah dari Jerman, negara dengan ekonomi terbesar di Eropa, dan dolar AS naik ke level tertinggi dalam 11 minggu terhadap sejumlah mata uang lainnya setelah Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell mengatakan kenaikan suku bunga lebih lanjut mungkin diperlukan untuk melawan inflasi.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak. Penguatan dolar juga dapat memperlambat permintaan karena membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Sementara itu, sentimen konsumen AS sedikit turun pada Agustus, seiring memburuknya ekspektasi inflasi jangka pendek dan jangka panjang, sebuah survei menunjukkan pada Jumat (25/8/2023).
Analis di Morgan Stanley mengatakan mereka memperkirakan harga Brent akan didukung dengan baik di kisaran 80 dolar AS per barel, dengan minyak mentah kemungkinan akan tetap mengalami defisit selama sisa tahun ini sebelum kembali ke surplus kecil pada awal tahun 2024.
Namun kemungkinan defisit minyak mentah tidak dapat dipastikan, kata John Evans dari pialang minyak PVM.
Perusahaan energi Norwegia, Equinor, misalnya, mengatakan pihaknya memulai produksi di ladang Statfjord Ost yang diperluas enam bulan lebih cepat dari jadwal.
Baca juga: Minyak "rebound" dari terendah setelah laporan penurunan stok Eropa
Baca juga: Emas jatuh lagi setelah ketua Fed biarkan kemungkinan suku bunga naik
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto