New York (ANTARA) - Harga minyak jatuh sekitar satu persen pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), karena kekhawatiran makroekonomi dan aksi ambil untung, tetapi naik sekitar 28 persen pada kuartal tersebut karena pengurangan produksi OPEC+ menekan pasokan minyak mentah global.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November menyusut 7 sen menjadi menetap di 95,31 dolar AS per barel pada akhir kontrak di London ICE Futures Exchange, serta naik sekitar 2,2 persen dalam seminggu dan terangkat 27 persen pada kuartal ketiga.
Kontrak Brent untuk pengiriman Desember yang lebih likuid diselesaikan turun 90 sen menjadi menetap di 92,20 dolar AS per barel.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November turun 92 sen menjadi ditutup pada 90,97 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, serta menguat 1,0 persen dalam seminggu dan melonjak 29 persen di kuartal tersebut.
Dengan harga minyak berjangka mendekati 100 dolar AS per barel, banyak investor mengambil keuntungan dari reli tersebut mengingat kekhawatiran makroekonomi yang sedang berlangsung.
"WTI telah menjadi primadona, namun saat ini ia kehilangan kehebatannya," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York, mengutip aksi ambil untung dan kekhawatiran ekonomi.
Aktivitas minyak dan gas di tiga negara bagian penghasil energi AS telah meningkat seiring dengan lonjakan harga terbaru, menurut survei yang dilakukan oleh Federal Reserve Dallas.
Pada Juli, produksi minyak mentah AS meningkat ke level tertinggi sejak November 2019, menurut data dari Badan Informasi Energi AS (EIA).
Investor memandang ke depan terhadap kemungkinan penutupan sebagian pemerintahan AS pada Minggu (1/10/2023), sebuah "risiko yang tidak perlu" terhadap ketahanan perekonomian AS, kata penasihat ekonomi Gedung Putih Lael Brainard.
Kekhawatiran terhadap perekonomian Chuna juga meningkat, karena saham pengembang properti Evergrande Group yang terlilit utang ditangguhkan hingga pemberitahuan lebih lanjut menyusul laporan bahwa pimpinan perusahaan tersebut telah ditempatkan di bawah pengawasan polisi.
Jumlah rig minyak dan gas AS, yang merupakan indikator awal produksi di masa depan, turun tujuh menjadi 623 rig dalam sepekan hingga 29 September, terendah sejak Februari 2022, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes dalam laporannya yang diikuti dengan cermat pada Jumat (29/9/2023).
Meskipun jumlah total rig turun sebanyak 51 rig pada kuartal ketiga, pengurangan tersebut melambat dibandingkan dengan pengurangan sebanyak 81 rig pada kuartal kedua karena harga minyak telah kembali pulih akibat pengetatan pasokan.
Brent diperkirakan mencapai rata-rata 89,85 dolar AS per barel pada kuartal keempat dan 86,45 dolar AS pada tahun 2024, menurut survei terhadap 42 ekonom yang dikumpulkan oleh Reuters pada Jumat (29/9/2023).
Pertemuan panel tingkat menteri OPEC+ akan berlangsung pada 4 Oktober dan ada "peningkatan kemungkinan pemangkasan pengurangan pasokan sukarela oleh Aramco," kata analis National Australia Bank dalam catatan kliennya, mengacu pada produsen minyak negara Arab Saudi.
Pengurangan pasokan yang diumumkan oleh Arab Saudi dan Rusia diperkirakan akan mendominasi harga minyak untuk sisa tahun ini.
Namun, kenaikan menuju harga 100 dolar AS per barel mungkin tidak akan bertahan lama karena "sifat buatan dari kekurangan pasokan dalam sistem, dan lingkungan makro yang rapuh", kata Suvro Sarkar, pemimpin tim sektor energi di DBS Bank, dikutip dari Reuters.
Baca juga: Minyak Brent turun jadi 95,38 dolar per barel
Baca juga: Emas tergelincir karena data inflasi lebih baik dari perkiraan
Baca juga: Dolar AS sedikit melemah setelah laporan ekonomi beragam
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto