Bengaluru (ANTARA) - Harga minyak menutup sesi bergejolak sedikit lebih tinggi pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB) setelah turun di awal sesi karena kekhawatiran permintaan dan menguatnya dolar, namun kemudian bangkit kembali setelah laporan penurunan stok minyak di Eropa.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober terangkat 15 sen atau 0,2 persen, menjadi menetap pada 83,36 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober menguat 16 sen atau 0,2 persen menjadi ditutup pada 79,05 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga mulai pulih pada pertengahan pagi di New York setelah konsultan Belanda Insights Global menerbitkan data yang menunjukkan stok minyak yang disimpan di penyimpanan independen di pusat penyulingan dan penyimpanan Amsterdam-Rotterdam-Antwerp (ARA) turun 3,0 persen pada minggu terakhir.
Harga diperdagangkan lebih rendah pada sebagian besar sesi, sebelum mendorong lebih tinggi pada setengah jam terakhir perdagangan.
Jatuhnya stok produk olahan di Eropa dan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan tenor 2 tahun kemungkinan akan mengangkat harga minyak, kata analis UBS Giovanni Staunovo, seraya menambahkan bahwa volatilitas kemungkinan akan terus berlanjut sampai investor mendapatkan kejelasan mengenai langkah Federal Reserve AS selanjutnya.
Baca juga: Minyak turun karena data ekonomi lemah, pidato ketua Fed jadi sorotan
Baca juga: Minyak jatuh di awal perdagangan Asia karena data ekonomi global lemah
Pejabat Federal Reserve dan gubernur bank-bank sentral global lainnya sedang menuju Jackson Hole. Ketua Fed Jerome Powell akan berpidato di simposium pada Jumat. Kehati-hatian investor menjelang pernyataannya mengangkat mata uang safe-haven dolar, yang membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga mengurangi permintaan.
Pada Rabu (23/8/2023), Jepang melaporkan menyusutnya aktivitas pabrik selama tiga bulan berturut-turut pada Agustus. Aktivitas bisnis zona Euro juga menurun lebih dari yang diperkirakan dan perekonomian Inggris tampaknya akan menyusut pada kuartal ini.
Aktivitas bisnis AS mendekati titik stagnasi pada Agustus, dengan pertumbuhan paling lemah sejak Februari. Namun data juga menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja tetap ketat meskipun The Fed menaikkan suku bunga secara agresif.
“AS masih dalam posisi yang kuat tetapi ada beberapa kelemahan dan jika suku bunga tetap tinggi lebih lama, keretakan lebih lanjut bisa muncul,” kata Craig Erlam, analis di OANDA.
Dari sisi pasokan, produksi minyak mentah Iran akan mencapai 3,4 juta barel per hari pada akhir September, kata menteri perminyakan negara itu seperti dikutip oleh media pemerintah, meskipun sanksi AS masih berlaku.
Para pejabat AS juga sedang menyusun proposal yang akan meringankan sanksi terhadap Venezuela, sehingga memungkinkan negara tersebut mengekspor lebih banyak minyak jika negara Amerika Selatan itu bergerak menuju pemilihan presiden yang bebas dan adil, menurut sumber.
Baca juga: Emas tergelincir karena dolar AS menguat
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Herry Soebanto