Houston (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah mendekati 95 dolar AS per barel di awal sesi, karena ekspektasi defisit pasokan yang berasal dari pengurangan produksi yang berkepanjangan oleh Arab Saudi dan Rusia serta lemahnya produksi minyak serpih melebihi kekhawatiran terhadap permintaan.
Patokan minyak global, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November, ditutup 50 sen lebih tinggi pada 94,43 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah sempat mencapai level tertinggi sesi di 94,45 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Oktober, terangkat 71 sen menjadi menetap di 91,48 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Baca juga: Minyak naik di awal Asia dipicu sentimen pasokan dan pemulihan China
Arab Saudi dan Rusia bulan ini memperpanjang pengurangan pasokan gabungan sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.
Sementara itu, produksi minyak AS dari wilayah penghasil serpih terbesar juga diperkirakan turun selama tiga bulan berturut-turut pada Oktober ke level terendah sejak Mei 2023, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA) dalam laporan bulanannya.
Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman pada Senin (18/9/2023) membela pemotongan pasokan pasar minyak oleh OPEC+, dengan mengatakan bahwa pasar energi internasional memerlukan regulasi yang lebih ringan untuk membatasi volatilitas, sekaligus memperingatkan ketidakpastian mengenai permintaan China, pertumbuhan Eropa, dan tindakan bank-bank sentral untuk mengatasi inflasi.
Brent dan WTI telah naik selama tiga minggu berturut-turut dan menyentuh level tertinggi sejak November serta berada di jalur kenaikan kuartalan terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada kuartal pertama tahun 2022.
Patokan Brent diperdagangkan di wilayah overbought untuk sesi ketujuh berturut-turut, sementara WTI diperdagangkan di wilayah overbought untuk sesi kelima berturut-turut.
Pasar juga melihat beberapa aksi ambil untung, kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Baca juga: Minyak ke level tertinggi karena pasokan terbatas
Citi pada Senin (18/9/2023) menjadi bank terbaru yang memperkirakan bahwa harga Brent bisa melebihi 100 dolar AS per barel tahun ini. Chief Executive Chevron Mike Wirth juga mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg News bahwa menurutnya harga minyak akan melampaui 100 dolar AS per barel.
Pemangkasan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia dapat menyebabkan defisit 2 juta barel per hari pada kuartal keempat, dan penurunan persediaan selanjutnya dapat membuat pasar terkena lonjakan harga lebih lanjut pada tahun 2024, kata analis ANZ.
China merupakan risiko utama karena lambatnya pemulihan ekonomi pascapandemi, meskipun impor minyaknya tetap kuat.
Serangkaian langkah-langkah stimulus dan lonjakan perjalanan di musim panas membantu produksi industri dan belanja konsumen meningkat pada bulan lalu dan kilang-kilang China meningkatkan produksi, didorong oleh margin ekspor yang kuat.
Perhatian juga akan tertuju pada bank-bank sentral pada minggu ini, termasuk keputusan suku bunga dari Federal Reserve AS.
Bank Sentral Inggris kemungkinan akan menaikkan suku bunga sekali lagi pada minggu ini, yang mungkin merupakan langkah terakhir dari salah satu siklus pengetatan paling agresif dalam 100 tahun terakhir karena melemahnya perekonomian mulai mengkhawatirkan para pembuat kebijakan.
Baca juga: Harga minyak naik ke tertinggi 2023, Brent 93,70 dolar AS per barel
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti