Balangan - (Antaranews Kalsel) - Populasi Bekantan di Kabupaten Balangan, perlu perlindungan, mengingat kehidupan bekantan di wilayah ini cukup terbuka dan mudah dijumpai, dan sering berada di perkebunan-perkebunan warga.
Bekantan merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi Undang-Undang. Penyebaran satwa ini sangat terbatas dan untuk kelangsungan hidupnya memerlukan kondisi tertentu.
Hewan dengan nama latin Nasalis larvatus atau dalam bahasa Inggris Proboscis Monkey dilindungi berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No. 134 dan No. 266 jo UU No. 5 Tahun 1990. Berdasarkan Red Data Book termasuk dalam kategori genting, dimana populasi satwa berada di ambang kepunahan.
Di Kalimantan, jenis kera ini dikenal juga dengan nama Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau. Satwa ini merupakan Maskot Propinsi Dati I Kalimantan Selatan (SK Gubernur Kalsel No. 29 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990).
Bekantan merupakan kera endemik yang terdapat di Kalimantan Selatan, terutama di pinggiran hutan dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan bakau dan kadang-kadang sampai jauh masuk daerah pedalaman.
Kasus pemburuan sekaligus penembakan bekantan di Desa Sirap, Kecamatan Juai Kabupaten Balangan pada Senin (2/5) malam, menimbulkan pengetahuan baru, bahwa ternyata populasi bekantan masih banyak di wilayah Balangan.
Hasil dari interogasi oleh pihak Kepolisian Resort Juai terhadap lima tersangka, alasan pemburuan mereka untuk dikonsumsi sendiri oleh pelaku baik daging dan minyaknya, karena ada mitos bahwa mampu membangkitkan kejantanan.
"Pengakuan mereka hanya dua kali baru datang ke sini. Yang pertama mendapatkan sembilan buruan, tapi info dari masyarakat mereka sudah sering," kata Kapolsek Juai Iptu Naf'an.
Saat ini ketiga bekantan dan dua hirangan yang mati di kuburkan di belakang Mapolsek Juai.
Populasi bekantan di Kecamatan Juai Kabupaten Balangan, ternyata cukup banyak.
Kepala Desa Sirap Nanang Trianto menuturkan, bahwa memang masih banyak terdapat bekantan di wilayah Kecamatan Juai.
Bekantan dan jenis kera lainnya banyak berkeliaran dikebun warga, selama ini memang tidak terlihat perburuan terhadap binatang tersebut, namun sosialisasi tentang begitu berharga dan dilindunginya populasi bekantan juga belum pernah ada.
"Selama ini tak ada semacam sosialisasi atau himbauan dari pihak pemerintah untuk tidak melakukan pemburuan terhadap bekantan," katanya.
Sejak tahun 2000, badan konservasi memasukan bekantan sebagai satwa dilindungi dan memasukan dalam status Endangered (terancam punah), Bekantan juga masuk dalam daftar CITES sebagai Apendix I (tidak boleh di perjualbelikan/diperdagangkan baik nasional maupun international).
Bahkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sendiri membuat patung bekantan sebagai maskot kota Banjarmasin dengan nilai cukup pantastis, demi mendukung kelestarian bekantan di habitatnya.
Kegiatan berburu hewan yang dilindungi melanggar undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Populasi bekantan saat ini mulai terancam punah dan diduga tak lebih dari 7000 ekor, padahal pada tahun 1987 jumlahnya lebih dari 250 ribu ekor. Hal itu terjadi karena semakin berkurangnya habitat atau tempat hidup yang menjadi rumah sekaligus penyedia pakan mereka.
Hutan di Kalimantan semakin berkurang dan mereka semakin terdesak oleh aktivitas manusia bahkan Perusahaan yang melakukan Land-Clearing.
Menurut pengakuan salah masyarakat yang pernah memburu bekantan, bahwa daging bekantan memiliki khasiat tersendiri. Khasiat dari daging bekantan, dapat menyembuhkan penyakit getar-getar pada sendi lutut, menjadi obat kuat pada pria, menyembuhkan pegalinu pada pinggang, dan banyak lagi.
Sementara itu untuk jenis hirangan, dimanfaatkan empedunya untuk pengobatan. Hal ini membuat kera jenis Bekantan dan Hirangan menjadi sasaran pemburu karena bernilai jual cukup tinggi.
