Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Kabid Pengendalian Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Sutikno mengatakan kebijakan Bupati Hulu Sungai Tengah mengubah status Pegunungan Meratus menjadi hutan lindung telah menyelamatkan kawasan tersebut dari eksploitasi.
Menurut Sutikno di Banjarmasin, Rabu, Pegunungan Meratus merupakan kawasan berhutan yang bisa dikelompokkan sebagai hutan pegunungan rendah.
Sebelumnya, kata dia, kawasan Pegunungan Meratus merupakan hutan produksi terbatas, namun dengan segala upaya dan atas kebijakan Bupati HST yang melakukan pendekatan kepada Menteri Kehutanan, akhirnya kawasan Meratus kini menjadi kawasan hutan lindung.
"Melalui pendekatan yang dilakukan oleh Bupati Harun Nurasid, dicabutlah Keputusan Menteri Kehutanan yang menyatakan kawasan Pegunungan Meratus sebagai hutan produksi terbatas dan berfungsi kembali sebagai Kawasan Hutan Lindung yang meliputi Pegunungan Meratus�Sungai Amandit seluas 46.270 hektare," katanya.
Menurut dia, pegunungan Meratus yang memiliki keanekaragaman jenis flora dan fauna perlu dijaga kelestariannya. Sedangkan untuk menjaga kawasan itu, perlu payung hukum yang kuat agar tidak terjadi perusakan kawasan tersebut.
"Saat ini kawasan Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan lindung sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 2828/KPTS-II/2002," katanya.
Menurut dia, untuk menjaga kelestarian hutan Pegunungan Meratus dari kerusakan, perlu dilakukan upaya konservasi, yang bisa melalui beberapa cara, seperti peningkatan status kawasan tersebut menjadi taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, atau cagar biospher.
Pemerintah daerah, khususnya Pemkab Hulu Sungai Tengah (HST) terus berupaya agar kawasan Pegunungan Meratus berstatus taman nasional.
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekda HST M Hasby MT mengatakan, Pegunungan Meratus membentang di beberapa kabupaten di Kalsel, seperti Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah, Balangan, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru.
Khusus wilayah HST, tidak diperbolehkan ada aktivitas pertambangan di kawasan Pegunungan Meratus. Ini merupakan komitmen tegas yang harus dijalankan," katanya saat menjadi narasumber pada diskusi lingkungan Save Meratus: Selamatkan Hutan Kalsel yang Tersisa yang digelar Komunitas Jurnalis Pena Hijau di Hotel Victoria.
Walau tidak ada aktivitas pertambangan di HST, beber Hasby, APBD HST lebih tinggi dibanding kabupaten lainnya di kawasan Hulu Sungai.
PLT Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel Lukito Andi mengungkapkan, Pegunungan Meratus direkomendasikan sebagai fungsi taman nasional dengan luas sekitar 18.350 hektare dari Gunung Sipapan di utara hingga Gunung Haunghaung dan Gunung Mapagang di selatan sepanjang sekitar 25 km.
Hal ini, lanjut dia, didukung rekomendasi Bupati Kotabaru Nomor 500/2153/Eko tertanggal 25 Oktober 1997, Bupati HSS Nomor 522/01992/Eko tertanggal 5 November 1997, Bupati HST Nomor 522/116/Eko tertanggal 5 November 1997, serta rekomendasi Gubernur Kalsel Nomor 522/00658/Eko tertanggal 14 Maret 1998.
"Pegunungan Meratus memiliki fungsi hidrologis penting bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) di bawahnya, yakni Sungai Batangalai, Sungai Barabai dan Sungai Amandit mengalir ke arah barat menuju Sungai Barito," katanya.
Sedangkan Sungai Aing Bantai, Sungai Juhu dam Sungai Haraan mengalir ke arah timur menuju Sungai Sampanahan dan bermuara di Teluk Pamukan di Selat Makassar.
Dalam dialog publik ini, diserahkan pula anugerah Pena Hijau Award 2014 kepada Kosim bin Askam yang memiliki kepedulian terhadap hutan, Muhammad Mugeni yang sedang melakukan pembibitan pohon pinang, palm ekor tupai dan pohon bintaro.
 Kemudian Madroji karena jasanya melakukan penghijauan di daerah kawasan tandus sejak tahun 1985, serta bagi Kabupaten Banjar yang berhasil meraih Adipura Kencana tahun 2014 dan Kabupaten HST yang merupakan satu-satunya daerah di Kalsel yang tetap menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem Pegunungan Meratus dari aktivitas pertambangan. Â