Amuntai, Kalsel, (Antaranews Kalsel) - Sejak 2010 petani di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, gagal menembus seleksi program pengiriman petani untuk magang ke negeri "Sakura" Jepang.
"Ketatnya proses seleksi membuat petani HSU yang sudah beberapa tahun berjuang keras gagal menjadi peserta magang ke Jepang," kata Ketua Tani Nelayan (KTNA) HSU Budi Rahmadi, di Amuntai, Selasa.
Dikatakan, sudah tujuh tahun terakhir petani HSU sebenarnya selalu ikut uji seleksi program pengiriman petani magang ke Jepang.
Namun hingga kini, kata Budi hanya ada sekitar tiga orang petani yang pernah magang di Jepang yang kemudian tergabung dalam Ikatan Magang Jepang (Ikamaja).
Budi mengakui selain karena proses seleksi yang cukup ketat di Balai Besar Pertanian yang terletak di Pantai Hambawang Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) minat petani untuk ikut seleksi juga masih kurang.
"Untuk wilayah Banua Anam di Kalsel uji seleksi peserta magang Jepang dilakukan di Pantai Hambawang, dan kami di KTNA juga turut membantu menginformasikan kepada petani melalui KTNA kecamatan untuk memotivasi petani ikut program magang ke Jepang, namun minat petani nampak masih kurang," terang Budi, dalam siaran pers pemerintah daerah.
Budi yang juga alumni magang di Jepang ini menyadari cukup sulit mencari petani yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti tes seleksi Petani magang ke Jepang.
"Selain harus aktif dalam kelompok tani dan menggeluti usaha pertanian minimal 2 tahun, usia petani juga dipatok 21 - 27 tahun, belum lagi persyaratan lainnya," paparnya.
Jika pun ada petani yang memenuhi persyaratan ini, kata Budi berikutnya seringkali mereka kandas saat melewati tahap uji seleksi.
Ia berharap petani tidak khawatir terkait kendala bahasa dan budaya yang berbeda karena saat seleksi akan diberikan pelatihan bahasa dan budaya Jepang.
Budi yang kini menjadi Kepala Desa Teluk Betung Kecamatan Sungai Pandan menuturkan banyak pengetahuan dan pengalam yanh bisa diserap petani dengan menjadi peserta magang ke Jepang.
Seusai magang di Jepang, Budi mengaku seringkali diminta membagi pengalaman magangnya selama satu tahun di Jepang kepada sejumlah kelompok tani di HSU hingga luar daerah.
Menurutnya, pemanfaatan teknologi pertanian wajib dilakukan dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Namun karena alat-alat dan mesin pertanian masih cukup mahal, pemerintah daerah melalui dinas pertanian dan instansi terkait di daerah bisa memfasilitasi petani dalam membuat teknologi tepat guna.
"Misalnya untuk pengadaan mesin pemanen padi saja sudah sangat membantu petani dalam meningkatkan usaha pertanian mereka," katanya.