Banjarmasin (ANTARA) - Sebagian suku Banjar perantauan yang kini bermukim di beberapa wilayah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau, masih menggeluti usaha perkebunan kelapa sebagai penopang kehidupan mereka.
Wartawan ANTARA Kalsel yang melakukan perjalanan ke Inhil akhir pekan ini melaporkan, perkebunan kelapa warga Banjar Inhil kebanyakan diusahakan oleh warga yang tinggal di parit-parit, dan tepian sungai Indragiri serta anak-anak sungainya.
Sementara warga Banjar yang tinggal di perkotaan seperti Tembilahan, dan kota lainnya kebanyakan jadi pedagang, pegawai negeri, serta wiraswasta, dan tak sedikit yang sudah jadi pejabat termasuk Bupati Inhil dan Wakil Bupati setempat yang juga keturunan suku Banjar.
Beberapa keterangan warga setempat, usaha berkebun kelapa memang digeluti sejak suku Banjar datang ke wilayah ini, dan mereka membuka lahan lalu berkebun kelapa, lalu diselingi dengan berkebun kopi, sebagian saja yang berladang sawah.
Hanya saja dulu hasil kelapa diolah menjadi kopra lalu dijual ke pedagang pengumpul yang disebut tukeh, oleh tukeh dijual lagi ke Singapura dan Malaysia serta ke negara lain.
Sekarang tidak lagi dibuat kopra tetapi di jual per biji kepada pembeli dengan harga sekitar rp1,700,- per biji, kata Mahlan penduduk Sungai Ambat, Kecamatan Enok.
Kalau dulu tempurung kelapa hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar memasak, belakangan tempurung kelapa bisa dibuat arang dan banyak diminati pembeli, sebagai tambahan hasil berkebun, kata Mahlan.
Hanya saja untuk berkebun kopi tak digeluti lagi, karena pohon kopi sudah lama ditebangi sebagai tanaman sela kelapa, sekarang diganti dengan tanaman pinang, yang hasil panennya di jual ke pedagang pengumpul yang konon di ekspor ke India.
Selain usaha kebun juga ada yang menggeluti sebagai nelayan, mencari kerang, memancing udang, dan mencari ikan dengan cara lainnya, kata Mahlan lagi.
Berdasarkan keterangan dari sekitar 600 ribu penduduk Inhil sebagian besar adalah suku Banjar yang datang ke tanah perantauan tersebut dengan berbagai alasan, ulama yang terkenal dan menjadi mufti kerajaan Indragiri adalah Syeh Abdurahman Sidik, atau yang disebut sebagai datu Sapat, yang makamnya banyak diziarahi di Parit Hidayat.
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki 20 kecamatan, 39 kelurahan dan 197 desa. Luas wilayahnya mencapai 12.614,78 km² dan jumlah penduduk 616.347 jiwa (2017) dengan sebaran 49 jiwa/km.
Berdasarkan sejarahnya pada tahun 1815, di bawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan berada di Rengat. dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim ini, Belanda mulai campur tangan terhadap kerajaan dengan mengangkat Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap dengan batas wilayah ke Hilir sampai dengan batas Japura.
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang - orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859 sehingga terjadi peperangan sampai tahun 1863.