Batulicin (ANTARA) - Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan, terus mendorong Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan pemerintah daerah untuk memperkuat kerjasama dalam pemenuhan data srta layanan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
"Ombudsman Kalsel telah menangani sebanyak 1.010 laporan masyarakat mencakup 33 substansi pelayanan publik, berdasarkan laporan itu kami melakukan inisiatif berupa investigasi atas prakarsa sendiri (IAPS)," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalsel Hadi Rahman, melalui siaran tertulis diterima di Batulicin, Kamis.
Baca juga: Ombudsman Kalsel sampaikan catatan penting terkait keracunan MBG
Dia menjelaskan, salah satu IAPS yang dilakukan adalah mengenai layanan terhadap WBP, napi dan tahanan, di Lapas dan Rutan Kalsel.
Berdasarkan data yang ada, WBP, napi dan tahanan, di Lapas dan Rutan Kalsel berjumlah lebih dari 9.000 orang.
Bagi Ombudsman, mereka ini tergolong silent citizen yaitu kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses dalam pelayanan publik, karena sedang menjalani masa hukuman, namun mereka tetap memiliki hak-hak dalam pelayanan publik.
Berdasarkan hasil analisis setidaknya ada tiga substansi pelayanan publik yang ditemukan dan perlu diperbaiki di lingkungan Lapas dan Rutan, yaitu administrasi kependudukan (adminduk), kesehatan dan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional.
Terkait adminduk, masih terdapat WBP yang belum mempunyai KTP Elektonik tercetak, dan WBP dengan status NIK tidak terdata.
"Ini akan menyulitkan akses pelayanan publik WBP baik pada saat maupun selesai menjalani masa hukuman. Misal, untuk pengusulan penerima bantuan sosial, serta pelaksanaan hak demokratis dalam penyelenggaraan pemilu," terang Hadi Rahman.
Terkait layanan kesehatan, lanjutnya, terdapat upaya pemenuhan layanan kesehatan bagi WBP sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, yang terkendala karena tenaga medis dan paramedis yang terbatas dan belum merata.
Sedangkan dari sisi kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional untuk klien pemasyarakatan, kami mencatat, belum terjalin kerjasama antara semua Lapas dan Rutan dengan pemerintah daerah melalui Dinas Sosial.
Dalam bentuk perjanjian kerjasama atau MoU yang mengatur antara lain mengenai pola koordinasi supaya WBP dapat terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Atas hal tersebut, Ombudsman Kalsel menyampaikan saran perbaikan pelayanan publik. Pertama, mendorong Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Kalsel, yang membawahi Lapas dan Rutan di Kalsel, untuk menerbitkan kebijakan atau arahan tertulis agar Lapas dan Rutan membuat Sistem Pengelolaan Data Informasi Terpadu, guna pemutakhiran dan pemetaan kepemilikan NIK beserta KTP Elektronik bagi WBP, dan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) terhadap WBP.
Kedua, menerbitkan kebijakan atau arahan tertulis agar Lapas dan Rutan membangun koordinasi dengan Pemda setempat guna pembentukan atau peningkatan kerjasama kelembagaan untuk meningkatkan layanan adminduk, kesehatan, jaminan kesehatan nasional.
Hadi melanjutkan, untuk Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Kalsel juga perlu bekerjasama dengan Pemprov Kalsel, khususnya mengenai mekanisme program PBI bagi WBP dari luar domisili Lapas dan Rutan.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Kakanwil Ditjenpas Kalsel beserta jajaran atas kolaborasi, koordinasi dan komitmen yang kuat dalam membangun pelayanan publik yang berkualitas, terhindar dari maladministrasi," tutur Hadi Rahman.
Kepala Kanwil Ditjenpas Kalsel Mulyadi menyampaikan bahwa jajaran Kanwil Ditjenpas Kalsel membuka diri terhadap hal-hal yang disampaikan tersebut, dan siap menindaklanjuti secara terukur dan bertanggung jawab.
Baca juga: Kelurahan Mentaos Banjarbaru raih predikat bebas maladministrasi
"Kami memandang ini sebagai langkah strategis dalam memperkuat tata kelola penyelenggaraan pelayanan pemasyarakatan. Hasil IAPS Ombudsman Kalsel tentu menjadi cermin yang berharga bagi kami untuk melihat secara objektif aspek-aspek yang perlu dibenahi, dipertajam, atau bahkan ditransformasi menjadi pelayanan yang lebih humanis, akuntabel, dan berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar WBP," terang Mulyadi.
Tuntutan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik semakin tinggi, dan pengawasan eksternal yang dilakukan Ombudsman Kalsel adalah bagian penting dalam memastikan bahwa layanan yang diberikan benar-benar memenuhi standar dan harapan masyarakat.
"Kami menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Ombudsman Kalsel atas kemitraan dan peran pengawasan selama ini. Semoga terus berlanjut demi terwujudnya pelayanan pemasyarakatan yang lebih baik, lebih transparan, dan lebih berkeadilan bagi seluruh masyarakat," harap Mulyadi.
