Banjarmasin (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) Kantor Cabang Banjarmasin, Kalsel menyambut baik kebijakan untuk pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mendapat manfaat tunai sebesar 60 persen gaji selama 6 bulan dari Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kepala BPJAMSOSTEK Kantor Cabang Banjarmasin, Murniati di Banjarmasin, Rabu, mengatakan, dengan adanya peningkatan manfaat ini bertujuan untuk memberikan perlindungan lebih bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Baca juga: BPJAMSOSTEK Banjarmasin ikut sambut baik MoU dengan OIKN
"Dengan iuran yang lebih rendah, diharapkan partisipasi pekerja dalam program ini meningkat. Sehingga mereka tetap memiliki jaminan keuangan apabila terkena PHK," kata Murniati.
Dia mengungkapkan, ketentuan baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 7 Februari 2025.
Berdasarkan beleid tersebut, manfaat JKP diberikan kepada peserta yang mengalami PHK, baik untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu maupun perjanjian kerja waktu tertentu.
Selain memenuhi ketentuan tersebut, penerima manfaat JKP harus bersedia untuk bekerja kembali. Manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iuran paling sedikit 12 bulan pada BPJS Ketenagakerajaan dalam rentang waktu 24 bulan kalender sebelum terjadi PHK.
Dalam aturan ini, besaran manfaat tunai yang diberikan diubah menjadi 60 persen dari upah selama enam bulan.
Baca juga: BPJAMSOSTEK apresiasi Pemkab Tabalong lindungi 24 ribu pekerja rentan
"Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan sebesar 60 persen dari upah, untuk paling lama 6 bulan," demikian bunyi Pasal 21 ayat 1 PP No. 6 Tahun 2025.
Adapun, besaran upah yang bakal menjadi patokan untuk pembayaran jaminan kehilangan pekerjaan itu didasarkan pada laporan gaji terakhir yang disampaikan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tak melebihi batas upah yang ditetapkan.
Batas upah yang ditetapkan dimaksud sebesar Rp5 juta. Dengan demikian, apabila mengacu pada batas upah maksimal itu, korban PHK setidaknya bakal mendapat pemasukan jaminan sebesar Rp3 juta.
“Dalam hal upah melebihi batas atas upah, maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tuai sebesar atas atas upah,” bunyi Pasal 21 ayat 4.
Namun demikian, manfaat JKP itu bakal hangus apabila pekerja tak kunjung melakukan klaim permohonan selama 6 bulan sejak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Baca juga: BPJAMSOSTEK Banjarmasin bayar klaim JHT hampir setengah triliun
Klaim JKP itu juga tak berlaku apabila pekerja yang terkena PHK telah mendapat pekerjaan ataupun meninggal dunia.
Dalam PP No. 6 Tahun 2025 juga disisipkan pasal baru, yakni Pasal 39A yang mengatur bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit atau tutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menunggak iuran paling lama 6 bulan, maka manfaat JKP tetap dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Ketentuan ini tidak menghapus kewajiban pengusaha untuk melunasi tunggakan iuran dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Di sisi lain, aturan itu juga mencakup perubahan besaran iuran JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) yang semula ditetapkan sebesar 0,46 persen kini menjadi 0,36 persen dari upah sebulan.
Baca juga: BPJAMSOSTEK: JHT komponen kunci perlindungan sepanjang hayat pekerja