Menurut dia, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, untuk strategi jangka pendek, pemerintah melakukan peningkatan produksi dari lapangan-lapangan eksisting, yang ditambah teknologi enchanced oil recovery (EOR).
Upaya tersebut dilakukan dengan pengeboran lebih dari 1.000 sumur pengembangan setiap tahun, reaktivasi sumur idle sebanyak 1.000-1.500 sumur per tahun, serta percepatan eksekusi CEOR Minar Area 2, Steamflood Rantau Bais, dan Simple Surfactant Balam South.
Untuk strategi jangka menengah, lanjut Arifin, dilakukan melalui transformation R-to-P serta full scale EOR dan waterflood.
Sejumlah upayanya antara lain percepatan proyek 125 POD/OPL/OPLL baru, percepatan POD 58 undeveloped discoveries, percepatan 55 lapangan CEOR, dan WF melalui strategic alliance, full scale EOR Minas, serta mendorong investasi hulu migas China ke Indonesia.
Baca juga: Kementerian ESDM: TKDN Cisem tahap II harus dipenuhi sesuai komitmen
Baca juga: Kementerian ESDM resmi teken kontrak Cisem II senilai Rp2,8 triliun
Sementara, untuk strategi jangka panjang adalah dengan melakukan eksplorasi dan pengembangan migas nonkonvensional, yang meliputi pengeboran eksplorasi target giant prospect dengan rata-rata 54 sumur per tahun, serta melakukan kerja sama migas nonkonvensional dengan pemain besar dunia seperti EOG, Resources, dan CNPC.
Lebih lanjut, Menteri Arifin mengakui target produksi migas pada 2030 tersebut merupakan tantangan besar yang harus diselesaikan, mengingat pemerintah tengah berpacu dengan waktu untuk pencapaian tersebut.
Di sisi lain, sejak beberapa tahun terakhir, produksi minyak dan gas bumi di Indonesia terus mengalami penurunan akibat berkurangnya cadangan dan tantangan teknis dalam hal eksplorasi.
Kondisi itu berdampak signifikan terhadap ketahanan energi nasional dan neraca keuangan nasional.
"Dari tahun 2020 memang produksi minyak bumi terus turun karena kita sekarang mengelola lapangan-lapangan tua dan belum ketemu prospek lapangan minyak baru, tapi kita selalu mengupayakan prospeknya," ujarnya saat acara temu media di Kantor Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Arifin menyampaikan pergerakan produksi minyak bumi berada di 708 MBOPD pada 2020, lalu pada 2021 turun menjadi sebesar 659 MBOPD, pada 2022 sebesar 612 MBOPD, 2023 sebesar 606 MBOPD, dan per 2 Juni 2024, di angka 578 MBOPD.
Sementara, menurut dia, untuk gas bumi, prospek ke depan bisa lebih baik, karena produksinya relatif stabil dan ada tren kenaikan.
"Gas memang sempat turun, tapi sekarang ada tren kenaikan, kalau target gas 12 BSCFD ini, insya Allah bisa ketemu, dengan adanya temuan-temuan sumber gas baru, prospek di Andaman, South Andaman, dan juga di Selat Makassar," sebut Menteri ESDM.
Baca juga: Menteri ESDM imbangi kebijakan migas Afrika lewat New Gross Split
Baca juga: RI gandeng China untuk tingkatkan produksi minyak bumi
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Agus Salim