Banjarmasin (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) menuntut 10 bulan penjara terhadap terdakwa Arianto selaku Direktur PT Mediasi Delta Alfa (MDA) terkait dugaan tindak pidana penipuan pengadaan alat kesehatan (Alkes) fiktif senilai puluhan miliar rupiah.
JPU Syairi membacakan tuntutan pada persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kamis.
Baca juga: Terdakwa korupsi PNPM Mandiri Batola dituntut tujuh tahun enam bulan
Sementara itu, terdakwa Arianto yang mengikuti persidangan secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banjarmasin, mengajukan nota pembelaan melalui penasihat hukum.
Ketua Majelis Hakim Indra Meinantha Vidi menyampaikan sidang dilanjutkan dengan agenda pembelaan terdakwa pada Jumat mendatang.
Penasihat hukum korban Bernard bereaksi terhadap tuntutan yang dinilai terlalu ringan tersebut.
"Dimana keadilan yang berpihak bagi korban, sangat jelas ini mencederai rasa keadilan," ucapnya.
Bernard pun mengatakan cukup banyak kejanggalan yang terjadi selama persidangan, antara lain terdakwa yang tidak pernah sekalipun hadir di ruang sidang, karena mengikuti secara daring.
Baca juga: Empat terdakwa korupsi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari tidak ditahan
Kemudian, Bernard mengungkapkan ada pengakuan dari terdakwa pada persidangan bahwa sudah menghibahkan sebuah telepon seluler kepada penyidik, sementara sejumlah bukti transaksi yang berkaitan pada perkara ini terdapat pada telepon seluler tersebut.
Sebelumnya, perbuatan terdakwa Arianto tersebut menyebabkan korban mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp23 miliar.
Adapun modus penipuan diduga dilakukan terdakwa dengan cara mengaku memenangi tender pengadaan alkes di sejumlah instansi.
Terdakwa pun diduga memalsukan sejumlah dokumen dari lima instansi guna meyakinkan korban untuk menginvestasikan uang hingga puluhan miliar rupiah.
Terdakwa Arianto sempat menghilang hampir dua tahun yang diduga melarikan diri ke luar negeri, kemudian anggota Polda Kalsel menangkap terdakwa di Bali pada Januari 2024.
Penyidik kepolisian menjerat terdakwa dengan Pasal 378 dan 372 KUHP tentang Penipuan dan Penggelapan.
Komisi Yudisial RI Perwakilan Kalsel memantau persidangan tersebut karena menjadi perhatian publik.
Baca juga: Terdakwa pembunuhan satu keluarga di Tanah Bumbu divonis mati