Keberadaan rumah lanting di kota Banjarmasin Kalimantan Selatan mulai menghilang, tergusur oleh tongkang batu bara yang kini ramai melintasi sungai-sungai besar di Banjarmasin.
Pamong Budaya Museum Fungsional Madya, Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Dwi Putra Sulaksono, di Banjarmasin Senin mengatakan, sejak sepuluh tahun lalu, keberadaan lanting sedikit demi sedikit mulai menghilang.
Hal itu terjadi, kata dia, karena adanya peraturan daerah yang melarang kapal-kapal kecil melintas di sungai jalur provinsi maupun Kota Banjarmasin, karena khawatir akan bertabrakan dengan tongkang batu bara.
"Sesuai perda hanya kapal dengan kapasitas 3 ribu-30 ribu ton dengan mesin berkekuatan 27-35 hp yang boleh melintas di sungai Barito maupun di Sungai Martapura, khususnya untuk wilayah Provinsi Kalsel dan Kota Banjarmasin," katanya.
Dengan adanya Perda tersebut, kata dia, keberadaan rumah lanting yang berfungsi menampung atau menjadi "counter" bagi hasil bumi, dari beberapa daerah yang dimuat oleh kapal-kapal kecil maupun besar tersebut mulai menghilang.
Kalaupun masih ada beberapa rumah lanting yang bertahan, kata dia, merupakan rumah lanting yang menampung hasil bumi skala besar, seperti rumah lanting milik pengusaha kecil dan menengah. Sedangkan rumah lanting untuk menampung hasil bumi dari perdesaan yang biasa dibawa jukung dan kapal bermesin dengan ukuran kecil, sudah tidak ada lagi.
Selain mengancam keberadaan rumah lanting skala kecil, kata dia, Perda tersebut juga mengancam lalu lintas sungai seperti jukung dan perahu mesin berskala kecil, yang kini masih menjadi urat nadi transportasi masyarakat pinggiran sungai Kota Banjarmasin.
"Sebenarnya dengan adanya Perda tersebut pasar terapung juga ikut terancam kelestariannya, namun karena aktivitasnya hanya selama satu jam, sehingga tidak terlalu menjadi masalah," katanya.
Keberadaan rumah lanting, kata dia, merupakan salah satu aset objek wisata yang cukup menjual, karena tidak ada di daerah lain, sehingga sayang bila sampai punah karena regulasi maupun modernisasi.
Dengan demikian, perlu ada upaya keras dari pemerintah daerah maupun provinsi untuk tetap menjaga kelestarian dan keberadaan rumah-rumah lanting tersebut, katanya.
Saat ini, keberadaan rumah lanting hanya tinggal di beberapa daerah yaitu di Kecamatan Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Martapura, Tamban dan Kabupten Banjar.
Seluruh daerah tersebut merupakan daerah yang masih sangat tergantung dengan sungai baik untuk transportasi maupun kegiatan sehari-hari.
"Kalau sebelum ada tongkang batu bara, hampir seluruh daerah di Kalsel masih memanfaatkan rumah lanting sebagai "counter" dan jalur niaga," katanya.
Rumah Lanting adalah rumah rakit tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dengan pondasi rakit mengapung, terdiri atas susunan batang-batang pohon yang besar yang selalu oleng dimainkan gelombang dari kapal yang hilir mudik di sungai.
Rumah Lanting banyak terdapat di sepanjang sungai-sungai di Kalimantan, dan berfungsi sebagai tempat untuk memajang hasil-hasil panen sebelum didistribusikan ke pasar yang lebih luas.
"Menjaga kelestarian rumah khas Banjar tersebut, pada festival kali ini kami mengangkat rumah lanting dengan tema "matan di hulu" atau tradisi yang ada sejak jaman dahulu," katanya.
Rumah Lanting Tergusur
Rabu, 29 September 2010 11:28 WIB
