"Di usia ke-73 tahun Kalsel dan 78 tahun Indonesia punya makna yang berbeda bagi para petani pangan di negeri ini termasuk Kalsel di mana petani masih belum bisa merasakan makna merdeka karena nasib petani masih tetap hidup dalam kemiskinan," ujarnya di Banjarbaru, Kamis.
Baca juga: Puluhan hektare lahan pertanian di Tapin rusak
Kemiskinan itu, menurut Dwi, tercipta oleh regulasi dan aturan yang tak berkeadilan, sebagai contoh tanah lahan harus beli atau sewa.
"Terus, bibit harus beli yang bersertifikasi, pupuk beli yang katanya disubsidi tapi tak sesuai harapan dan kondisi pola tanam, bahkan yang lebih menyedihkan lagi ketika panen dibarengi import pangan yang ugal-ugalan demi memuaskan bisnis para oligarki yang tak pernah mencangkul tanah dan menanam," ungkapnya.
Sekarang, hitung Dwi, jumlah petani dan lahan pertanian terus berkurang karena kebijakan yang tak berkeadilan. Hal itu, lanjutnya, berbanding terbalik dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus naik meningkat setiap tahunnya
Baca juga: DLH Tapin belum bisa pastikan penyebab tanah bergerak yang hancurkan lahan pertanian
"Seharusnya, pemerintah harus segera mengosongkan ruangan kantor-kantor dan kelas-kelas kampus pertanian dari pada mengurusi kertas administrasi dan laporan kuliah dan segera turun ke tanah atau lapangan untuk menanam pangan guna memenuhi target kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia," ungkapnya menyarankan.
Bagi Dwi, serimonial upacara tiap tahun pada 17 Agustus disemarakan oleh bangsa di penjuru negeri boleh saja dibanggakan, namun hal itu bukan sepenuhnya memaknai arti kemerdekaan.
Baca juga: Walhi Kalsel soroti peristiwa tanah bergerak di Tapin
"Di mana untuk makan saja bangsa ini masih tergantung pada negara lain, lalu apa arti merdeka dalam upacara, lalu apa makna merdeka ketika tidak berdaulat pangan," ungkapnya.
Ketergantungan ini, menurut Dwi, sama halnya dengan dijajah dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar yakni makan dan minum.
"Kita merdeka dalam cita-cita tapi belum merdeka dalam kehidupan nyata," tutupnya.
Baca juga: Limbah batu bara di Kalsel masuk ke lahan fungsional pertanian Tapin