Rantau (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tapin saat ini sedang menganalisa penyebab terjadinya pergerakan tanah yang hancurkan lahan pertanian di Desa Sawang, Kecamatan Tapin Selatan.
Kepala DLH Tapin Nordin di Rantau, Senin, mengatakan dari hasil pengamatan sementara dilokasi diduga penyebab kejadian berawal dari tekanan tanah akibat longsor.
"Analisa sementara belum tentu benar, karena ada tekanan dari tanah longsor di atasnya sehingga mendorong tanah yang di bawah sehingga terangkat ke atas. Seperti kita mendorong karpet jadi ada bagian yang terangkat," jelasnya usai dilokasi kejadian.
Terlihat dilokasi, wilayah pertanian warga hanya berjarak sepandangan mata dari wilayah aktivitas pertambangan batu bara milik salah satu perusahan yang ada di Tapin. Di dekat lahan pertanian itu terlihat tanggul tambang membentang panjang dan tinggi.
Longsor itu dikatakan Nurdin sampai saat ini belum tentu berasal dari tanggul tambang itu, pihaknya akan memastikan dengan memeriksa tanggul itu.
"Rencana hari Rabu ini kami ada kunjungan (ke lokasi) bersama SKPD terkait dan perusahaan," ujarnya.
Catatan ANTARAKALSEL, kejadian itu bermula sejak Kamis (15/7) dan masih bergerak perlahan melebar dan mengangkat permukaan tanah. Dikatakan warga titik awal diduga berasal dari wilayah pertambangan.
Lahan pertanian fungsional rusak dan terancam
Catatan Dinas Pertanian Tapin, dampak dari pergerakan tanah itu sekarang sudah merusak 18 hektar sawah, kolam mina padi 7 hektar, Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) 200 meter dan jalan usaha tani (JUT) 100 meter.
"Sedangkan yang terancam sawah seluas tujuh hektar dan kolam minta padi seluas delapan hektar," jelasnya.
Kepala Dinas Pertanian Tapin Wagimin mengungkapkan lokasi terdampak pergerakan tanah itu merupakan salah satu lahan fungsional pertanian yang mampu panen dalam setahun dua sampai tiga kali.
“Fungsional itu sudah setiap tahun diusahan oleh petani karena di sini adalah wilayah irigasi, setahun minimal harus dua sampai tiga kali panen,” ujarnya.
Topologi tanah yang saat ini berubah drastis dijelaskannya lahan pertanian yang terdampak sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi karena sudah rusak total.
“Kalau ini sudah jelas tidak bisa, lahan pertanian sudah rusak total sehingga ini perlu penanganan yang cukup serius. Karena bentuk sawah sudah tidak seperti sawah lagi dan kolam tidak berbentuk kolam lagi, otomatis hal ini perlu diselesaikan dengan pihak ke tiga nantinya,” jelasnya.
Menakar kerugian, Rohmanto (60) yang sejak 20 Tahun lalu sudah bergantung hidup jadi petani ikan mengungkapkan dari dua hektar lebih luas kolam, ada yang terisi 50.000 ribu bibit ikan berumur 25 hari belum sempat dipanen. Atas peristiwa itu ikannya ada yang mati dan hilang.
Kerugian yang dideritanya tidak hanya bibit ikan, namun juga biaya pemeliharaan dan lahan. Sebelumnya, seminggu sekali pria tua itu panen bibit ikan yang sudah diselektif untuk dijual.
“Kalaunya satu minggu itu 10.000 kali 350 rupiah ada Rp 3,5 juta itu kalau panen saban minggu,” ujarnya pasrah.
Wilayah itu merupakan lahan pertanian milik kelompok tani Sumber Berkat. Sabtu, (17/7) lalu Koramil 1010-03 / Tapin Selatan mencatat sementara total pemilik lahan yang terdampak atas nama ; Rohmanto, Misiran, Mulyadi, Karjo, Sarsikem, Usman, Sarno dan Wasno.
Kepala Desa Sawang M Hairullah pernah mengatakan pihak perusahan mengaku siap bertanggung jawab atas kejadian di wilayah itu.
"Pihak perusahan meminta kita untuk melakukan pendataan lahan pertanian yang terdampak. Ada sawah, kolam ikan dan kebun karet," ujarnya.
Baca juga: Puluhan hektare lahan pertanian di Tapin rusak
Baca juga: Bangunan rumah retak diduga karena aktivitas peledakan tambang batu bara
DLH Tapin belum bisa pastikan penyebab tanah bergerak yang hancurkan lahan pertanian
Senin, 19 Juli 2021 20:54 WIB