Jakarta (ANTARA) - Malam itu begitu syahdu, diiringi dengan lantunan doa dan zikir yang silih berganti diucapkan peserta haji.
Ada yang berusaha menahan tangis, namun tak sedikit jamaah haji yang tetap berlinangan air mata.
Derai air mata itu menyertai bait-demi bait doa yang dipanjatkan sepanjang tawaf wada.
Air mata itu tidak menetes dengan sendirinya. Dia tumpah karena ada perasaan yang membuncah di dalam jiwa, hingga tak kuasa menahannya.
Perasaan itu merupakan ungkapan kesedihan karena melakukan tawaf perpisahan yang menandai penutupan seluruh aktivitas ibadah haji selama di Kota Suci, sebelum jamaah kembali ke Tanah Air.
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu meriwayatkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia (yang haji) agar akhir yang dilakukannya adalah thawaf di Baitullah. Tetapi beliau memberikan keringanan kepada wanita yang haidh” [Muttafaqun ‘alaih]
Kesedihan semakin memuncak saat jamaah haji berdoa di area yang bergaris lurus dengan maqam Ibrahim.
Sembari menatap Multazam, tangispun semakin membuncah sambil terus memanjatkan doa kepada Sang Pencipta.
Sedih karena harus berpisah dengan Baitullah juga dirasakan oleh Moh Abdul Dakiri, peserta haji asal Mesir (45).
Ia sedih karena harus melepas nikmatnya suasana mendekatkan diri dengan Allah Subhanahu wa Taala.
Ia sedih karena khawatir dirinya tidak dapat terjaga di malam hari untuk bermesraan dengan Allah.
Linangan air mata saat tawaf wada merupakan tangisan yang menempatkan ketakutan berpisah dengan Allah Subhanahu wa Taala.
Dakiri takut saat sekembalinya ke tanah air, dirinya menjadi lalai beribadah kepada Allah Subhanahu wa Taala.
Ia pun berdoa agar dapat diberikan keistikamahan dalam beribadah.
Sementara itu, Ibrahim Diha, peserta haji asal Mauritania, juga merasa terharu saat melakukan tawaf wada.
Ada perasaan haru bahwa malam ini menjadi malam terakhir ia dapat merasakan nikmatnya berkumpul bersama sesama Muslim saat mengelilingi Ka'bah sambil merapal doa-doa untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menangis, bukan berarti bahwa dia kembali menjadi anak-anak yang sering mudah mengeluarkan air mata.
Namun, air mata yang tumpah itu menunjukkan sebuah kedalaman penghayatan saat mengelilingi Baitullah (rumah Allah).
Ada kenikmatan yang bisa dirasakan oleh jiwa ini saat kita berkumpul bersama saudara Muslim melakukan proses ibadah haji.
Bagi Diha, Haji adalah perjalanan spiritual yang membawa seorang Muslim mendekatkan diri kepada Allah.
Melalui setiap tahap ibadah yang dilakukan, seperti tawaf, sai, dan wukuf di Arafah, jamaah haji memusatkan pikiran dan hati mereka hanya pada Allah.
Hakikat dan pahala
Dosen tetap Bidang Agama Islam Universitas Yarsi Andri Gunawan mengatakan secara bahasa, arti Tawaf berarti berkeliling.
Secara syar’iyyah, tawaf adalah ibadah mengelilingi Ka‘bah yang terletak di Masjidil Haram sebanyak tujuh kali putaran, dengan niat thawaf, bentuk ibadah karena Allah Subhanahu wa Taala, sebagaimana tertuang dalam ayat Al-Qur’an, “Hendaknya mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah),” (Surat Al-Hajj ayat 29).
Ka’bah al musyarafah merupakan simbol tempat berkumpul. Orang berkumpul di Ka’bah dalam rangka melakukan tawaf, sebuah bangunan berbentuk kubus, bukan hanya berkumpul secara fisik.
Akan tetapi, secara zahir dan batin, roh dan jiwa juga bersatu menghadap dan menuju kepada Allah Subhanahu wa Taala. Dengan ber-thawaf, setiap orang hendaknya berkonsentrasi untuk berkomunikasi dengan Allah, bukan dengan urusan duniawi.
Ibadah tawaf, merupakan bagian dari rangkaian ibadah umroh haji dan umrah, ujar dia.
Dengan berbagai macamnya, tawaf dalam hal ini, setelah melakukan ibadah haji, tentunya para jamaah haji melakukan tawaf wada’.
Tawaf wada’ yang satu ini lebih familiar dikenal sebagai tawaf perpisahan. Pelaksanaannya dilakukan ketika jamaah haji hendak meninggalkan Kota Makkah al Mukarramah. Sebagian besar ulama menyatakan hukum melakukannya adalah wajib.
Tawaf di Ka'bah al Musyarafah merupakan lambang dari wujud dan keesaan Allah Subhanahu wa Taala, ujar kandidat Doktor di kampus PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur'an) Jakarta ini.
Bertawaf di sekelilingnya melambangkan aktivitas manusia yang tidak pernah terlepas dari-Nya. Ka'bah bagaikan Matahari yang menjadi pusat tata surya dan dikelilingi oleh planet-planetnya.
Menurut Ali Syariati, melalui tawaf, Allah Azza wajalla mendemonstrasikan kepada kita cara kerja alam semesta. Bagaimana bumi dan planet-planet di jagat raya ini berotasi dan mengelilingi orbitnya. Itu adalah sunnah-Nya. Semuanya harus mengikuti agar selamat sampai kepada-Nya.
Tawaf memberikan penjelasan, pada hakikatnya setiap makhluk membutuhkan dan bergantung pada Pencipta.
Tidak ada kekuatan pada makhluk kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Taala.
Maka sudah sepatutnya saat melakukan suatu kesalahan dan khilaf, tentunya seorang hamba harus melakukan apa yang diridhai Allah Subhanahu wa Taala untuk mendapatkan ampunan.
Orang yang bertawaf tentunya akan mendapatkan pahala dan keutamaan di hadapan-Nya.
Tawaf merupakan hiasan Ka'bah, Allah Subhanahu wa Taala bangga dengan orang-orang yang tawaf.
Tawaf adalah ikatan janji dengan Allah Rabbul ‘alamiin, Thawaf penyebab dihapusnya azab. Thawaf penyebab diampuninya dosa-dosa. Tawaf penyebab diangkatnya derajat.
Tawaf memiliki pahala memerdekakan seorang budak hingga 70.000 budak. Melalui Tawaf dapat memenuhi hajat-hajat seorang hamba.
Tawaf wada menjadi ritual terakhir yang dilakukan jamaah haji sebelum pulang ke negaranya masing-masing.
Tawaf wada yang dilakukan jamaah haji tanpa menggunakan kain ihram itu merupakan bentuk penghormatan terhadap Baitullah dan rasa syukur kepada Allah karena dapat memenuhi panggilan melaksanakan ibadah haji.
Ada pepatah yang mengatakan "Setiap ada pertemuan pasti ada juga perpisahan, tetapi dengan perpisahan tersebut bukan menjadi alasan untuk kita saling melupakan”
Meskipun jamaah haji melakukan tawaf perpisahan kepada Ka’bah, namun Baitullah tidak akan terlupakan dalam sanubari hati mereka.
Editor: Masuki M. Astro