Banjarmasin (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) menyatakan Provinsi Kalsel telah memiliki 437 rumah "restorative justice" (RJ) atau keadilan restoratif yang berfungsi sebagai wadah menyelesaikan perkara di luar peradilan dengan semangat perdamaian.
"Pendirian rumah RJ di 13 kabupaten dan kota terus kami dorong dan di awal tahun ini saja sudah ada enam lagi terbentuk," kata Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kalsel Ramadhanu Dwiyantoro di Banjarmasin, Sabtu.
Baca juga: Kejari Banjarmasin eksekusi pembayaran Rp1,3 miliar dari tersangka pidana perpajakan
Menurut dia, sejumlah kasus kecil yang seharusnya bisa didamaikan maka jaksa diinstruksikan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif jika pada tahap penyidikan di polisi tetap dilanjutkan perkaranya hingga ke jaksa penuntut umum (JPU).
Kemudian harapannya pula penyelesaian masalah hukum bisa dimusyawarahkan di rumah RJ dengan dihadiri para pihak baik pelaku dan korban serta tokoh masyarakat setempat.
"Intinya harus tercapai rasa keadilan di masyarakat tanpa adanya dendam dan semuanya bisa menerima keputusannya untuk berdamai serta demi terjaganya kondusifitas keamanan," ujar Ramadhanu.
Diakui dia, memang tidak semua perkara kecil bisa diselesaikan lewat keadilan restoratif dan akhirnya terpaksa dilanjutkan ke persidangan misalnya jika tidak ada alasan pemaaf atau pembenar.
Selama Januari 2023, dari enam perkara yang diusulkan Kejaksaan Negeri jajaran Kejati Kalsel diselesaikan lewat keadilan restoratif hanya empat perkara disetujui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
Sedangkan dua perkara ditolak untuk diselesaikan keadilan restoratif di Kejari Banjarbaru dan Kejari Kotabaru lantaran kasus pengeroyokan ada pelaku yang belum tertangkap serta perbuatannya melakukan penusukan dinilai sebuah keadaan yang tidak bisa ditolerir oleh hukum.
Baca juga: Kajati Kalsel resmikan 107 Rumah Restorative Justice di HST
Diketahui, berkat komitmen kuat mengedepankan keadilan restoratif, Kejati Kalsel meraih penghargaan terbaik II Kejaksaan Tinggi Tipe B dalam pembentukan rumah restorative justice pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia tahun 2023.
Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif yang bisa dilakukan yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.
Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000 tapi ancamannya tidak lebih dari 2 tahun, ancaman lebih dari 5 tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.
Adapun lima perkara yang tidak dapat dihentikan penuntutannya dalam penerapan restoratif yaitu pertama tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan.
Kedua, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal. Ketiga, tindak pidana peredaran narkoba, keempat lingkungan hidup dan kelima korporasi.
Baca juga: Kejati Kalsel hentikan penuntutan 19 perkara dengan penerapan keadilan restoratif