Banjarmasin (ANTARA) - Sepanjang periode Januari sampai Juni 2022
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (Kejati Kalsel) dan jajaran 13 Kejaksaan Negeri telah menghentikan penuntutan 19 perkara berkat penerapan "restorative justice" (keadilan restoratif).
"Sebenarnya 23 perkara diajukan, namun 4 perkara ditolak dan hanya 19 perkara disetujui," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel Dr. Mukri di Banjarmasin, Jumat.
Dijelaskan dia, penerapan keadilan restoratif tidak bisa sembarangan. Semuanya harus berdasarkan persyaratan yang wajib terpenuhi termasuk persetujuan dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) saat ekspos perkara.
Diketahui jaksa berpedoman Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Sehingga sepanjang memenuhi kriteria maka jaksa mendorong adanya perdamaian antara kedua belah pihak yaitu pelaku dan korban tanpa pemidanaan.
Saat rilis capaian kinerja dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-62 tahun 2022, Mukri juga menyampaikan saat ini telah terbentuk sebanyak 242 Rumah Restorative Justice tersebar di 13 kabupaten dan kota.
Dia menyebut pemerintah daerah dan masyarakat sangatlah mendukung penerapan
keadilan restoratif demi kebaikan bersama terjaganya kondusifitas menghilangkan rasa dendam serta menjunjung kearifan lokal untuk saling memaafkan.
"Jadi perkara-perkara relatif kecil tidak perlu lagi ke bawa ke pengadilan. Cukup diselesaikan dengan perdamaian itu lebih baik. Inilah yang terus kami dorong," jelasnya.
Sementara Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Kalsel Indah Laila menambahkan kedepannya perkara narkotika juga akan diupayakan penerapan
keadilan restoratif sepanjang memenuhi syarat khususnya bagi korban penyalahguna agar tidak dihukum pidana penjara namun direhabilitasi.
Diketahui selama semester satu tahun ini, Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan se-Kalsel menerima sebanyak 2.531 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan 2.258 di antaranya telah diselesaikan.
Kemudian 2.085 perkara dilakukan penuntutan dan 1.615 perkara di antaranya telah selesai dengan mayoritas tindak pidana narkotika.