Denpasar (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho berpandangan wisata medis menjadi pilihan yang cerdas untuk membangkitkan kembali dunia pariwisata di Pulau Dewata, di tengah kondisi pariwisata saat ini yang menghadapi tantangan cukup besar.
"Saat ini momentum bagi Bali untuk melihat berbagai strategi, peluang, inovasi untuk mendatangkan wisatawan ke Bali. Kami melihat pengembangan medical tourism (wisata medis) sebagai salah satu andalan pariwisata Bali," kata Trisno Nugroho di Denpasar, Minggu.
Menurut Trisno, wisata medis di Bali memiliki lima keuntungan. Pertama, perhatian masyarakat saat ini tercurah pada dunia kesehatan. Perhatian kesehatan tidak hanya terbatas dari sisi "terbebas" dari COVID-19. tetapi juga kesehatan dalam arti luas yang mencakup berbagai jenis penyakit.
"Banyak sekali warga negara Indonesia yang berkunjung ke Singapura dan Malaysia hanya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan. Peluang ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Bali," ucapnya.
Kedua, Badan Pengembangan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa Bali memiliki tenaga medis dokter sebanyak lebih dari 3.000 dokter.
Jika dibandingkan secara rasio penduduk terhadap dokter, satu orang dokter di Bali cukup melayani 1.300 pasien, lebih baik dibandingkan dengan Jawa Timur sebesar 4.500 pasien dan Jawa Tengah 5.800 penduduk.
Ketiga, Bali memiliki dukungan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Bali memiliki setidaknya ada lima rumah sakit bertaraf internasional di daerah pusat-pusat wisata.
"Selain itu, Bali memiliki pelayanan pengobatan khusus seperti RSUP Sanglah memiliki keunggulan di bidang penyakit jantung, RS Gianyar di bidang syaraf, RSU Mangusadha Badung di bidang penyakit trauma dan RS Bali Mandara di bidang penyakit kanker," ujar Trisno.
Wisata medis juga didukung oleh tersedianya layanan di bidang kesehatan lainnya yaitu layanan wisata kebugaran (wellness tourism). Layanan ini menjadikan orang yang sehat untuk tetap sehat atau menjadi semakin sehat.
"Wisata kebugaran di Bali sudah berkembang sejak lama, didukung oleh adanya kearifan lokal (local wisdom) berupa perawatan spa Bali, disertai keberadaan minyak lulur dan "loloh" yang merupakan khas Bali.
Trisno menambahkan, pandemi COVID-19 memang telah memaksa dunia pariwisata untuk mengubah orientasi pariwisata dari pariwisata bersifat massal menjadi pariwisata berkualitas.
"Salah satu pariwisata berkualitas yang sangat tepat disesuaikan dengan potensi dan keunggulan Bali adalah wisata medis ini," ucapnya.