Menurut Gubernur di Banjarmasin, Selasa, perjuangan untuk mendapatkan keadilan pembagian royalti telah dilakukan Pemerintah Provinsi sejak tahun 1990 atau jauh sebelum masa pemerintahannya.
Namun, kata dia, perjuangan tersebut hingga kini belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat, bahkan terkesan tidak ditanggapi.
"Pernah pada masa Menteri Keuangan Sri Mulyani saya sampaikan permasalahan pembagian royalti yang terlalu sedikit tersebut secara langsung kepada beliau," katanya.
Namun, tambah dia, pada saat itu dijawab bahwa royalti tersebut telah dikembalikan melalui Dana Alokasi Umum atau DAU, yang juga diterima oleh provinsi lain yang tidak memiliki sumber daya alam pertambangan seperti di Kalimantan.
Menurut Gubernur, saat ini produksi tambang batu bara di Kalimantan Selatan mencapai 100 juta metrik ton, untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan kebutuhan dalam negeri.
Jumlah tersebut, merupakan jumlah terbesar ke dua setelah produksi batu bara di Kalimantan Timur, namun royalti yang didapat oleh Kalimantan Selatan hanya sekitar Rp600 miliar.
Jumlah tersebut, kata Gubernur, masih sangat jauh dibanding dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan, terutama yang tinggal di sekitar wilayah tambang.
Melihat kerusakan lingkungan bekas tambang yang luar biasa, tambah Gubernur, tentunya sangat tidak adil bila pendapatan bagi hasil tambang sama dengan daerah lain, yang tidak memiliki tambang dan tidak harus menanggung risiko kerusakan lingkungan.
"Kalau pendapatan bagi hasil tambangnya sama dengan daerah lain, lebih baik kita tidak memiliki tambang, sehingga kita tidak perlu menderita akibat degradasi lingkungan," katanya.
Idealnya, kata dia, Kalsel mendapatkan bagi hasil sekitar Rp1,2 triliun atau 50 persen dari royalti yang dipungut pemerintah atau dari 13,5 persen.
"Kalau kita mendapatkan bagi hasil hingga 50 persen, mungkin masih bisa kita rasakan hasil tambang tersebut, sambil terus melakukan pembenahan terhadap kondisi degradasi lingkungan," katanya.
Pada dasarnya, kata Gubernur, Pemerintah Provinsi Kalsel, sangat memahami, bahwa seluruh kekayaan alam adalah milik negara, sehingga harus dikelola negara, dalam kerangka keadilan, persatuan dan kesatuan.
Namun demikian, tambah Gubenrur, tidak ada salahnya bila sebagai daerah penghasil yang merasakan dampak langsung dari kerusakan pertambangan tersebut, mendapatkan pembagian hasil lebih.
Pernyataan Gubernur tersebut disampaikan di hadapan anggota DPR-RI komisi II yang melakukan kunjungan kerja pertamanya ke Kalimantan Selatan, untuk menggali berbagai persoalan sesuai dengan bidang tugasnya.
Gubernur berharap, persoalan royalti tersebut, bisa mendapatkan perhatian dari seluruh anggota komisi untuk dibahas dalam rapat-rapat DPR-RI selanjutnya.
Kedatangan rombongan komisi II tersebut, dipimpin oleh Wahidin Halim yang menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR-RI yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur dan reformasi birokrasi, kepemiluan dan reformasi agraria.