Banjarmasin (ANTARA) - Kasus pembantaian orang utan akibat tembakan 76 peluru senapan angin di Aceh baru-baru ini, harus menjadi cambuk pemerintah soal kebijakan di sektor kehutanan.
Menurut anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono, pemerintah harus bertanggung jawab atas kerusakan hutan dan seisinya dengan membiarkan hutan rusak akibat tidak dirawat, dihancurkan untuk kelapa sawit serta penambangan batu bara.
"Kejadian ini berkali-kali sudah terjadi. Menurut data peneliti dikatakan 100 ribu orang utan di Indonesia telah mati mengenaskan," katanya, Jumat (15/3).
Bambang menyatakan, akibat rambahan hutan dari kebijakan kehutanan sosial, ekosistem satwa menjadi tidak bisa melangsungkan hidup lantaran dibantai secara membabi buta karena dianggap hama.
Hutan sebagai sumber air dan ekosistem kehidupan flora dan fauna, kata dia, harusnya dilindungi dan steril dari manusia.
Namun justru dengan program kehutanan sosial untuk 7 juta orang boleh masuk hutan dan menempati 14 juta hektar untuk masa konsesi 30 tahun. Selain merawat, masyarakat diminta untuk bercocok tanam dalam hutan.
"Kalau bercocok tanam, maka tidak akan jadi hutan lagi, maka jadi persawahan. Kebijakan harusnya berpihak pada pelestarian hutan bukan justru sebaliknya," tegas wakil rakyat dari Partai Gerakan Indonesia Raya ini.
Anggota Komisi V DPR RI ini kembali mengingatkan jika dalam amanah Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, seharusnya pemerintah wajib merawat dan memperbaiki hutan yang kondisinya rusak.
Pembantaian orang utan jadi cambuk pemerintah soal kebijakan sektor kehutanan
Jumat, 15 Maret 2019 9:30 WIB
Kejadian ini berkali-kali sudah terjadi. Menurut data peneliti dikatakan 100 ribu orang utan di Indonesia telah mati mengenaskan