Jakarta (Antaranews Kalsel) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat sore, melemah 64 poin menjadi Rp14.154 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.090 per dolar, dipicu defisit neraca perdagangan.
" Pelemahan rupiah sudah jelas ya karenadefisit "trade balance" kita besar. Ekspor kita juga melemah, meskipun impornya berkurang," kata analis pasar uang Monex Investindo Futures, Dini Nurhadi Yasyi di Jakarta, Jumat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan Januari 2019 sebesar 1,16 miliar dolar AS, lebih tinggi dari konsensus analis yang memprediksi defisitnya mencapai 0,97 miliar dolar AS.
Kendati demikian, pelemahan rupiah tertahan karena dolar AS mendapat sentimen negatif Kamis (14/2) kemarin, dimana data penjualan ritel di bawah estimasi.
Data penjualan ritel Desember turun 1,2 persen bulan ke bulan (month on month/mom) dan merupakan penurunan bulanan terburuk sejak September 2009. Hal tersebut juga melemahkan mata uang dolar AS terhadap mata uang dunia.
"Selain itu, ada indikasi kalau The Fed bisa jadi tidak akan menaikkan suku bunganya seperti yang sebelumnya dibilang oleh The Fed. Kenaikan suku bunga di tahun ini akan melihat kondisi fundamental Amerika," ujar Dini.
Ia meyakini efek dari defisit neraca perdagangan tidak akan terlalu dalam karena kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih relatif stabil.
"GDP sama inflasi kita stabil. Ini bisa jadi pelemahan rupiah lebih lanjut," ujar Dini.
Nilai tukar (kurs) rupiah sendiri pada Jumat pagi, dibuka melemah Rp14.096 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.096 per dolar AS hingga Rp14.158 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat, menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp14.116 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.093 per dolar AS.
" Pelemahan rupiah sudah jelas ya karenadefisit "trade balance" kita besar. Ekspor kita juga melemah, meskipun impornya berkurang," kata analis pasar uang Monex Investindo Futures, Dini Nurhadi Yasyi di Jakarta, Jumat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan Januari 2019 sebesar 1,16 miliar dolar AS, lebih tinggi dari konsensus analis yang memprediksi defisitnya mencapai 0,97 miliar dolar AS.
Kendati demikian, pelemahan rupiah tertahan karena dolar AS mendapat sentimen negatif Kamis (14/2) kemarin, dimana data penjualan ritel di bawah estimasi.
Data penjualan ritel Desember turun 1,2 persen bulan ke bulan (month on month/mom) dan merupakan penurunan bulanan terburuk sejak September 2009. Hal tersebut juga melemahkan mata uang dolar AS terhadap mata uang dunia.
"Selain itu, ada indikasi kalau The Fed bisa jadi tidak akan menaikkan suku bunganya seperti yang sebelumnya dibilang oleh The Fed. Kenaikan suku bunga di tahun ini akan melihat kondisi fundamental Amerika," ujar Dini.
Ia meyakini efek dari defisit neraca perdagangan tidak akan terlalu dalam karena kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih relatif stabil.
"GDP sama inflasi kita stabil. Ini bisa jadi pelemahan rupiah lebih lanjut," ujar Dini.
Nilai tukar (kurs) rupiah sendiri pada Jumat pagi, dibuka melemah Rp14.096 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.096 per dolar AS hingga Rp14.158 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat, menunjukkan rupiah melemah menjadi Rp14.116 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.093 per dolar AS.