Jakarta (AntaaNews Kalsel) - Prestasi yang diraih Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam melakukan tindakan yang tegas terhadap pelaku penangkapan ikan secara ilegal membuat sang perempuan asal Pangandaran, Jawa Barat, itu layak digelari sebagai "Kartini" masa kini.
Namun, banyak pihak yang mempertanyakan tentang langkah apa yang akan dilakukan di bidang perikanan tangkap, setelah kebijakan pemberantasan pencurian ikan berhasil ditegakkan di kawasan perairan Nasional.
Dalam acara Forum Perikanan Tangkap yang digelar di Gedung Mina Bahari (GMB) III, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), akhir Januari 2019, Menteri Susi menegaskan bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk membenahi administrasi hasil tangkapan ikan.
Menurut Susi, pemerintah selama ini telah melakukan berbagai langkah yang membantu pengusaha dalam hal perizinan, seperti adanya langkah amnesti markdown (penurunan) ukuran kapal.
Menteri Kelautan dan Perikanan menuturkan, dirinya kerap ditanya oleh pejabat lainnya mengenai mengapa hasil ekspor naik hanya sekitar 10-11 persen, yang dinilai karena banyak hasil tangkapan yang tidak dicatat dengan selayaknya.
Menteri Susi menegaskan bahwa KKP tidak meminta tambahan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), tetapi hanya ingin laporan hasil tangkapan tercatat dengan baik dan benar.
"Pelaku usaha perikanan, mari mulailah kita menata," katanya dan menambahkan, bila tidak, maka berpotensi untuk kembali ke zaman dahulu yang dinilai terkesan tanpa aturan yang baik serta tegas.
Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin mempersulit, tetapi agar data pencatatan di sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi tatanan yang lebih baik.
Ia juga mengingatkan kepada pengusaha perikanan pemilik kapal agar para pelaut atau ABK yang bekerja untuk mereka juga dapat diasuransikan dengan benar.
Meningkatkan keselarasan
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan keselarasan dalam mempercepat proses perizinan usaha perikanan tangkap, dengan pihak KKP.
Menhub menyatakan akan berkolaborasi dengan KKP untuk menyederhanakan proses perizinan pengukuran kapal perikanan.
Menurut dia, mungkin karena memang lebih banyak proses perizinan di KKP, maka pihaknya juga akan menempatkan sejumlah personelnya di KKP untuk mengukur secara bersama.
Dengan demikian kalangan pelaku usaha perikanan tangkap tersebut juga dinilai tidak perlu untuk pergi ke dua lokasi, tetapi yang letaknya lebih dekat saja.
Ia mengusulkan KKP dan Kemenhub berkomitmen bersama melakukan percepatan proses pengukuran di titik-titik lokasi yang memiliki konsentrasi kapal berjumlah besar.
Bersamaan dengan itu, Kemenhub juga akan menyewa pengukur dari swasta sehingga mereka bisa berjalan ke Aceh, Gorontalo, Padang, dan sebagainya.
Setelah itu, ujar Menhub, baru berbagai daerah lainnya yang diinventarisasi sehingga pihaknya juga akan membuat target terkait pengukuran kapal.
Budi juga menyatakan komitmennya untuk menyelasarkan kerja sama antara KKP-Kemenhub untuk melayani perizinan bagi para pelaku usaha perikanan.
Banyak berbenah
Senada dengan itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar menyatakan, kalangan pengusaha perikanan harus banyak berbenah dalam mengurus perizinan, terkait kapal ikan dan izin usaha.
Zulficar Mochtar menuturkan bahwa banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, seperti sejumlah hal yang signifikan seperti LKU (Laporan Kegiatan Usaha) dan LKP (Laporan Kegiatan Penangkapan).
KKP bukannya memperlambat atau mempersulit proses terkait perizinan ini, tetapi hanya melaksanakan amanat undang-undang.
Ia mengingatkan bahwa pemeriksaan cek fisik kapal juga harus dilakukan agar berbagai proses terkait juga dapat berjalan maksimal ke depannya.
Selain itu, ujar dia, proses pengurusan izin di KKP sudah dilakukan secara daring (online) melalui portal www.perizinan.kkp.go.id.
Proses daring itu bertujuan untuk memudahkan, serta mengurangi biaya yang harus dikeluarkan nelayan dan pengusaha perikanan dalam mengurus perizinan karena tidak perlu lagi ke ibukota tetapi cukup melalui jalur daring saja.
Zulficar menuturkan, KKP mendorong pengusaha perikanan untuk dapat secepatnya menggunakan buku katalog elektronik sehingga pencatatan hasil tangkapan dari kapal ikan mereka dapat terdata dan teradministrasi dengan baik dan benar.
Perbedaannya, bila menggunakan e-log book adalah tidak lagi harus menggunakan banyak kertas tulis, tetapi dengan menggunakan e-log book, maka hasil tangkapan yang ditulis di dalamnya juga bisa langsung terkirim ke pusat.
Dirjen mengingatkan akan kemudahan yang diperoleh, seperti bila dahulu bnyak yang bolak-balik mengurus perizinan untuk kapal ikan berukuran besar ke Jakarta, sekarang dapat melakukannya melalui fasilitas daring internet.
Zulficar mengemukakan berbagai inovasi yang telah dikeluarkan KKP adalah dalam rangka agar pemangku kepentingan sektor kelautan dan perikanan, yaitu para pengusaha perikanan, juga dapat memperoleh manfaat yang optimal.
Ia juga mengingatkan agar informasi yang dikirimkan jangan salah. Misalnya menangkap 500 ton maka juga harus disampaikan 500 ton pula, jangan malah berkurang menjadi 20 atau 30 ton.
Dirjen Perikanan Tangkap mengingatkan bahwa memperpanjang izin bisa diajukan tiga bulan sebelum izin itu habis, tetapi pengalaman sebelumnya biasanya baru diurus seminggu menjelang izin habis atau malah setelah izin tidak berlaku lagi.
Ia juga berpendapat bahwa pengusaha perikanan tidak perlu melakukan lobi sana-sini seperti ke pihak parlemen atau kepala daerah karena akan membuat semakin ribet urusannya sehingga pemerintah dan pengusaha nelayan juga diharapkan harus bergerak ke arah yang sama.
Penangkapan Berkelanjutan
Sekjen KKP Nilanto Perbowo menyatakan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam sektor kelautan dan perikanan dilakukan semata-mata dalam rangka mendukung terciptanya penangkapan ikan yang berkelanjutan di kawasan perairan nasional.
Nilanto menuturkan, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi telah berusaha keras untuk memastikan agar sumber daya perikanan nasional terjaga dengan mendorong praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Menurut dia, praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan seharusnya juga menjadi perhatian berbagai pihak secara global di berbagai belahan dunia.
Ia mengemukakan, mengapa hal ini penting di Indonesia karena posisi negara ini diapit dua samudera sehingga dampak dari lautan Indonesia juga berpotensi berpengaruh terhadap stok perikanan mancanegara.
Terkait dengan ekspor ke mancanegara, pengamat sektor perikanan Abdul Halim menyatakan pemerintah perlu membantu pelaku usaha guna mempersiapkan mereka mengekspor komoditas perikanan ke sejumlah tempat, seperti ke Amerika Serikat yang telah menerapkan standar baru untuk ekspor perikanan, yakni SIMP (Seafood Import Monitoring Program).
Menurut Abdul Halim, penerapan standardisasi baru terkait dengan komoditas perikanan yang masuk ke negara adidaya tersebut dinilai merupakan hal yang wajar dilakukan.
Namun, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu juga mengingatkan bahwa permasalahannya adalah bagaimana kesiapan pemerintah dan pelaku usaha Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Roem Kono menginginkan pengawasan karantina untuk ekspor komoditas perikanan lebih ditingkatkan lagi, sehingga dipastikan hanya produk yang memang layak, yang dikirim ke luar negeri.
Untuk itu, Roem Kono menyatakan agar BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan) juga perlu meningkatkan pengawasan dan memastikan bahwa ikan-ikan yang diekspor itu aman dan sehat untuk diekspor.
Menurut dia, bila semua yang diekspor dalam keadaan baik, maka ke depannya permintaan ekspor juga akan meningkat.
Politisi Partai Golkar itu juga memaparkan bahwa stasiun karantina adalah garda terdepan dalam melindungi sumber daya hayati asal Indonesia, baik dari kejahatan pencurian, perdagangan, maupun peredaran secara ilegal.
Guna memperkuat BKIPM, ia menuturkan Komisi IV DPR RI sedang melakukan Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, yang sedang dibahas bersama pemerintah.
Revisi tersebut, lanjutnya, akan menekankan pada kelembagaan dengan penyelenggaraan karantina diintregasikan dan dikoordinasikan dalam bentuk satu badan, sehingga terpadu, modern, kuat dan efektif.
Dengan melakukan sinergi dan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, baik itu pemerintah pusat, seperti kementerian dan lembaga terkait, hingga dengan kalangan pengusaha nasional, maka perizinan melaut bisa benar-benar dibenahi dan penangkapan ikan yang berkelanjutan juga bisa terwujud.*
Baca juga: KKP tangkap dua kapal ikan asing berbendera Malaysia
Baca juga: Susi tegaskan izin tak keluar, jika pengusaha ikan tak jujur
Baca juga: KKP: Pengusaha harus banyak berbenah terkait perizinan
Namun, banyak pihak yang mempertanyakan tentang langkah apa yang akan dilakukan di bidang perikanan tangkap, setelah kebijakan pemberantasan pencurian ikan berhasil ditegakkan di kawasan perairan Nasional.
Dalam acara Forum Perikanan Tangkap yang digelar di Gedung Mina Bahari (GMB) III, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), akhir Januari 2019, Menteri Susi menegaskan bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk membenahi administrasi hasil tangkapan ikan.
Menurut Susi, pemerintah selama ini telah melakukan berbagai langkah yang membantu pengusaha dalam hal perizinan, seperti adanya langkah amnesti markdown (penurunan) ukuran kapal.
Menteri Kelautan dan Perikanan menuturkan, dirinya kerap ditanya oleh pejabat lainnya mengenai mengapa hasil ekspor naik hanya sekitar 10-11 persen, yang dinilai karena banyak hasil tangkapan yang tidak dicatat dengan selayaknya.
Menteri Susi menegaskan bahwa KKP tidak meminta tambahan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), tetapi hanya ingin laporan hasil tangkapan tercatat dengan baik dan benar.
"Pelaku usaha perikanan, mari mulailah kita menata," katanya dan menambahkan, bila tidak, maka berpotensi untuk kembali ke zaman dahulu yang dinilai terkesan tanpa aturan yang baik serta tegas.
Susi Pudjiastuti menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin mempersulit, tetapi agar data pencatatan di sektor kelautan dan perikanan dapat menjadi tatanan yang lebih baik.
Ia juga mengingatkan kepada pengusaha perikanan pemilik kapal agar para pelaut atau ABK yang bekerja untuk mereka juga dapat diasuransikan dengan benar.
Meningkatkan keselarasan
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan keselarasan dalam mempercepat proses perizinan usaha perikanan tangkap, dengan pihak KKP.
Menhub menyatakan akan berkolaborasi dengan KKP untuk menyederhanakan proses perizinan pengukuran kapal perikanan.
Menurut dia, mungkin karena memang lebih banyak proses perizinan di KKP, maka pihaknya juga akan menempatkan sejumlah personelnya di KKP untuk mengukur secara bersama.
Dengan demikian kalangan pelaku usaha perikanan tangkap tersebut juga dinilai tidak perlu untuk pergi ke dua lokasi, tetapi yang letaknya lebih dekat saja.
Ia mengusulkan KKP dan Kemenhub berkomitmen bersama melakukan percepatan proses pengukuran di titik-titik lokasi yang memiliki konsentrasi kapal berjumlah besar.
Bersamaan dengan itu, Kemenhub juga akan menyewa pengukur dari swasta sehingga mereka bisa berjalan ke Aceh, Gorontalo, Padang, dan sebagainya.
Setelah itu, ujar Menhub, baru berbagai daerah lainnya yang diinventarisasi sehingga pihaknya juga akan membuat target terkait pengukuran kapal.
Budi juga menyatakan komitmennya untuk menyelasarkan kerja sama antara KKP-Kemenhub untuk melayani perizinan bagi para pelaku usaha perikanan.
Banyak berbenah
Senada dengan itu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar menyatakan, kalangan pengusaha perikanan harus banyak berbenah dalam mengurus perizinan, terkait kapal ikan dan izin usaha.
Zulficar Mochtar menuturkan bahwa banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, seperti sejumlah hal yang signifikan seperti LKU (Laporan Kegiatan Usaha) dan LKP (Laporan Kegiatan Penangkapan).
KKP bukannya memperlambat atau mempersulit proses terkait perizinan ini, tetapi hanya melaksanakan amanat undang-undang.
Ia mengingatkan bahwa pemeriksaan cek fisik kapal juga harus dilakukan agar berbagai proses terkait juga dapat berjalan maksimal ke depannya.
Selain itu, ujar dia, proses pengurusan izin di KKP sudah dilakukan secara daring (online) melalui portal www.perizinan.kkp.go.id.
Proses daring itu bertujuan untuk memudahkan, serta mengurangi biaya yang harus dikeluarkan nelayan dan pengusaha perikanan dalam mengurus perizinan karena tidak perlu lagi ke ibukota tetapi cukup melalui jalur daring saja.
Zulficar menuturkan, KKP mendorong pengusaha perikanan untuk dapat secepatnya menggunakan buku katalog elektronik sehingga pencatatan hasil tangkapan dari kapal ikan mereka dapat terdata dan teradministrasi dengan baik dan benar.
Perbedaannya, bila menggunakan e-log book adalah tidak lagi harus menggunakan banyak kertas tulis, tetapi dengan menggunakan e-log book, maka hasil tangkapan yang ditulis di dalamnya juga bisa langsung terkirim ke pusat.
Dirjen mengingatkan akan kemudahan yang diperoleh, seperti bila dahulu bnyak yang bolak-balik mengurus perizinan untuk kapal ikan berukuran besar ke Jakarta, sekarang dapat melakukannya melalui fasilitas daring internet.
Zulficar mengemukakan berbagai inovasi yang telah dikeluarkan KKP adalah dalam rangka agar pemangku kepentingan sektor kelautan dan perikanan, yaitu para pengusaha perikanan, juga dapat memperoleh manfaat yang optimal.
Ia juga mengingatkan agar informasi yang dikirimkan jangan salah. Misalnya menangkap 500 ton maka juga harus disampaikan 500 ton pula, jangan malah berkurang menjadi 20 atau 30 ton.
Dirjen Perikanan Tangkap mengingatkan bahwa memperpanjang izin bisa diajukan tiga bulan sebelum izin itu habis, tetapi pengalaman sebelumnya biasanya baru diurus seminggu menjelang izin habis atau malah setelah izin tidak berlaku lagi.
Ia juga berpendapat bahwa pengusaha perikanan tidak perlu melakukan lobi sana-sini seperti ke pihak parlemen atau kepala daerah karena akan membuat semakin ribet urusannya sehingga pemerintah dan pengusaha nelayan juga diharapkan harus bergerak ke arah yang sama.
Penangkapan Berkelanjutan
Sekjen KKP Nilanto Perbowo menyatakan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam sektor kelautan dan perikanan dilakukan semata-mata dalam rangka mendukung terciptanya penangkapan ikan yang berkelanjutan di kawasan perairan nasional.
Nilanto menuturkan, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi telah berusaha keras untuk memastikan agar sumber daya perikanan nasional terjaga dengan mendorong praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Menurut dia, praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan seharusnya juga menjadi perhatian berbagai pihak secara global di berbagai belahan dunia.
Ia mengemukakan, mengapa hal ini penting di Indonesia karena posisi negara ini diapit dua samudera sehingga dampak dari lautan Indonesia juga berpotensi berpengaruh terhadap stok perikanan mancanegara.
Terkait dengan ekspor ke mancanegara, pengamat sektor perikanan Abdul Halim menyatakan pemerintah perlu membantu pelaku usaha guna mempersiapkan mereka mengekspor komoditas perikanan ke sejumlah tempat, seperti ke Amerika Serikat yang telah menerapkan standar baru untuk ekspor perikanan, yakni SIMP (Seafood Import Monitoring Program).
Menurut Abdul Halim, penerapan standardisasi baru terkait dengan komoditas perikanan yang masuk ke negara adidaya tersebut dinilai merupakan hal yang wajar dilakukan.
Namun, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu juga mengingatkan bahwa permasalahannya adalah bagaimana kesiapan pemerintah dan pelaku usaha Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Roem Kono menginginkan pengawasan karantina untuk ekspor komoditas perikanan lebih ditingkatkan lagi, sehingga dipastikan hanya produk yang memang layak, yang dikirim ke luar negeri.
Untuk itu, Roem Kono menyatakan agar BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan) juga perlu meningkatkan pengawasan dan memastikan bahwa ikan-ikan yang diekspor itu aman dan sehat untuk diekspor.
Menurut dia, bila semua yang diekspor dalam keadaan baik, maka ke depannya permintaan ekspor juga akan meningkat.
Politisi Partai Golkar itu juga memaparkan bahwa stasiun karantina adalah garda terdepan dalam melindungi sumber daya hayati asal Indonesia, baik dari kejahatan pencurian, perdagangan, maupun peredaran secara ilegal.
Guna memperkuat BKIPM, ia menuturkan Komisi IV DPR RI sedang melakukan Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, yang sedang dibahas bersama pemerintah.
Revisi tersebut, lanjutnya, akan menekankan pada kelembagaan dengan penyelenggaraan karantina diintregasikan dan dikoordinasikan dalam bentuk satu badan, sehingga terpadu, modern, kuat dan efektif.
Dengan melakukan sinergi dan kolaborasi yang baik antara berbagai pihak, baik itu pemerintah pusat, seperti kementerian dan lembaga terkait, hingga dengan kalangan pengusaha nasional, maka perizinan melaut bisa benar-benar dibenahi dan penangkapan ikan yang berkelanjutan juga bisa terwujud.*
Baca juga: KKP tangkap dua kapal ikan asing berbendera Malaysia
Baca juga: Susi tegaskan izin tak keluar, jika pengusaha ikan tak jujur
Baca juga: KKP: Pengusaha harus banyak berbenah terkait perizinan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS